Pengertian Tindak Pidana


    Pengertian Tindak Pidana 

     
    Tindak Pidana

    Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat bisa diartikan secara yuridis atau kriminologis. Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in abstracto dalam peraturan pidana.

     
    Sebelum mengkaji tentang tindak pidana korupsi, terlebih dahulu perlu dipahami tentang pengertian tindak pidana itu sendiri. Istilah tindak pidana (delik) berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda Nv.sNI, tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.[1] Oleh karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada keseragaaman pendapat tentang rumusan ilmiah strafbaar feit itu sendiri. Pembentuk undang – undang Indonesia telah menerjemahkan perkataan strafbaar feit sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut.

    Untuk memberi gambaran secara jelas tentang pengertian tindak pidana atau delik, berikut ini penulis kemukakan beberapa pandangan beberapa ahli hukum berikut ini :
     

    Pengertian tindak pidana adalah:

    “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”.[2]


    Alasan merumuskan seperti uraian di atas adalah karena :
    1.      Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa di situ harus terdapat suatu yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang – undang, di mana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum;
    2.      agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di dalam undang – undang, dan
    3.      setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban menurut undang – undang itu, pada hakikatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum.[3]

    Van Hammel merumuskan sebagai berikut : “straafbar feit adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana  dan dilakukan dengan kesalahan”.

    Sesuatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan dari orang yang telah melakukan tindakan tersebut. Menurutnya, perkataan strafbaar itu berarti sebagai pantas untuk dihukum, sehingga perkataan strafbaar feit seperti yang telah digunakan dalam Undang-undang Hukum Pidana itu secara eliptis haruslah diartikan sebagai suatu : “tindakan, yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum”.[4]

    Perkataan eliptis di atas adalah suatu kata sifat yang berasal dari kata dasar elips di dalam bahasa Belanda yang menurut Van de WOESTIJNE mempunyai pengertian sebagai : “perbuatan menghilangkan sebagian dari suatu kalimat yang dianggap tidak perlu untuk mendapatkan suatu pengertian yang setepat – tepatnya”.[5]

    Istilah tindak pidana juga sering digunakan dalam perundang – undangan, meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkret, sebagaimana halnya dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah laku, gerak – gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dalam tindak – tanduk, tindakan dan bertindak dan belakanagan juga sering dipakai “ditindak”.[6]

    Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana. Sehubungan dengan uraian di atas, maka penulis menguraikan unsur-unsur tindak pidana.
    Unsur-unsur tindak pidana pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam unsur, yaitu unsur-unsur subjektif dan unsur- unsur subjektif.[7] Yang dimaksud dengan unsur-unsur subjektif itu adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

    Dari berbagai fokus pembahasan ilmu hukum, salah satu dari kajian ilmu hukum yang sangat penting adalah kajian ilmu hukum pidana. Hukum pidana adalah sejumlah peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan pidana, larangan, atau keharusan itu disertai ancaman pidana dan apabila hal ini dilanggar timbullah hak negara untuk melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, melaksanakan pidana[8].

    Hukum pidana yang mengandung aspek pertama dan kedua disebut hukum pidana materil yang sumber utamanya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP). Sementara itu, hukum pidana yang berisi mengenai aspek ketiga disebut hukum pidana formil yang sumber pokoknya adalah Undang-Undang No. 8 Tahun1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (yang selanjutnya disebut KUHAP).[9]

    Hukum pidana berdasarkan materi yang diaturnya terdiri atas hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukkan orang dapat dihukum dan dapat menetapkan hukuman atas pelanggaran pidana. Sementara itu, hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggaran[10] Pembuktian merupakan masalah yang sangat penting untuk menegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tempat kegiatan korupsi. Khusus sarjana hukum yang profesinya dibidang penerapan hukum seperti jaksa, hakim dan pengacara, perlu memiliki tiga hal yaitu pengetahuan, pengertian yang mendalam dan keterampilan disamping rasa susila yang mendalam.[11]

    Atas dasar pada siapa berlakunya hukum pidana, hukum pidana dapat dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana khusus dengan penjelasan bahwa hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga negara (subjek hukum) dan tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Sementara itu, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh negara yang hanya dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu (Contoh : Buku II KUHP, kejahatan jabatan yang hanya berlaku bagi pegawai negeri ).[12]

    Atas dasar sumbernya, hukum pidana dapat dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana khusus yang berbeda pengertian dengan hukum pidana umum dan hukum pidana khusus di atas. Hukum pidana umum dalam hal ini adalah semua ketentuan hukum pidana yang terdapat atau bersumber pada kodifikasi sehingga  disebut dengan hukum pidana kodifikasi. Sementara itu, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang bersumber pada peraturan perundang-undangan di luar kodifikasi.


    Catatan Kaki


    [1] Lamintang PAF , Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bhakti, 1997, 214
    [2] ibid
    [3] Ibid. Hlm 215
    [4] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka cipta, Jakarta, hlm 58
    [5] Ibid, hlm 56
    [6] Lamintang, Loc it, hlm 216
    [7] ibid
    [8] Moeljatno, Loc it, hlm 60
    [9] Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, PT. Ghalia, Jakarta, 1998, hlm 5
    [10] Ibid. Hlm 6
    [11] Sudarto,  Hukum Pidana 1, Alumni Bandung, 1977, Hlm 20
    [12] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hlm. 4


    Strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.[1]

    Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo, pengertian strafbaar feit dibedakan menjadi :[2]
    a.         Defenisi menurut teori memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum ;
    b.        Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadiaan (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

    Sejalan dengan definisi atau pengertian menurut teori dan hukum positif di atas, J.E Jonkers juga telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertiaan, sebagaimana yang dikemukakan Bambang Pornomo yaitu :[3]
    a.    Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.
    b.    Definisi panjang atau lebih dalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alfa oleh orang yang dapt dipertanggungjawabkan.

    Menurut definisi pendek pada hakekatnya menyatakan bahwa pastilah untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan Undang-Undang yang dibuat oleh pembentuk Undang-Undang, dan pendapat umum tidak dapat menentukan lain daripada apa yang telah ditetapkan dalam Undang-undang. Definisi yang panjang lebih menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan pertanggung jawaban yang merupakan unsur-unsur yang telah dirumuskan secara tegas didalam setiap delik, atau unsur yang tersembunyi secara diam-diam dianggap ada.[4]

    Simons dalam Roni Wiyanto mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Rumusan pengertian tindak pidana oleh simons dipandang sebagai rumusan yang lengkap karena akan meliputi :
    1.             Diancam dengan pidana oleh hukum
    2.             Bertentangan dengan hukum
    3.             Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
    4.             Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.[5]

    Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan adanya “sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum”. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut  :
    1.             Diancam dengan pidana oleh hukum
    2.             Bertentangan dengan hukum
    3.             Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld)
    4.             Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
    5.             Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum.[6]
    Istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dari berbagai literature hokum ssebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit adalah;
    1.      Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan haampir seluruh peraturan perundang-undangan kita menggunakan istilah ini.
    2.      Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hokum misalnya, Mr. R. Tresna dalam bukunya “Azas-Azas Hukum Pidana”. Dan para ahli hokum lainnya.
    3.      Delik, berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai di beberapa literature, misalnya Drs E. Utrect, S.H
    4.      Pelanggaran pidana dijumpai di beberapa buku pokok-pokok hokum pidana yang ditulis oleh Mr. M..H Tirtaamidjaja.
    5.      Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam bukunya “Ringkasan Tentang Hukum Pidana”.
    6.      Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan dalam pembentukan undang-undang dalam UUD No. 12/Drt/1951 tentang senjata api dan bahan peledak (baca pasal 3)
    7.      Perbuatan pidana, digunakan oleh Prof. Mr. Moeldjatno dalam beberapa tulisan beliau. [7]


    catatan kaki


    [1] Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1, Grafindo, Jakarta ,2002, hal 69
    [2] Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 91
    [3]Ibid
    [4] ibid
    [5] Roni Wiyanto.. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia.Bandung.C.V.Mandar Maju.2012 Hlm 160
    [6] Ibid.[7] Chazawi Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, RajaGrafindo, Jakarta, 2005.hlm 20
    Pasti banyak Mahasiswa Hukum yang mengambil jurusan atau konsentrasi Hukum pidana kebingungan mengenai istilah dan pengertian Hukum Pidana, untuk itu Penulis sedikit membagikan ilmu tesebut, untuk lebih jelasnya sebagai berikut:
     “Istilah tindak pidana atau dalam bahasa Belanda, strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di Indonesia.”[1] Dalam bahasa Belanda strafbaar feit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu strafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan, sedang strafbaar artinya dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan strafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.[2] Dalam bahasa Latin disebut delictum, bahasa Jerman disebut  delict,  dalam bahasa Perancis disebut delit, dan dalam bahasa Belanda disebut delict. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik berarti batasan sebagai berikut.
    “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana.”[3]

    Mengenai tindak pidana, dalam arti strafbaar feit, para pakar hukum pidana masing-masing memberi definisi sebagai berikut:

    Menurut Simon strafbaar feit (terjemahan harafiah: peristiwa pidana) ialah perbuatan melawan hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seorang yang mampu bertanggungjawab.[4] Jelasnya, definitie ajaran Simons itu berbunyi sebagai berikut:
    “Strafbaar feit is een strafbaar gestelde on rechtmatige (wederrechelijk), metschuld in verbandstaande handeling van een toerekeningsvatbaar person.”[5]
    Menurut Moeljatno, yang menerjemahkan strafbaarfeit sebagai perbuatan pidana dan memberikan definisi sebagai berikut:
    “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”[6]


    catatan kaki


    [1] Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2014, hlm 59
    [2] Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Cetakan Keenam, Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hlm. 5
    [3] Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm.7
    [4] H.A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, hlm.224
    [5] Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, hlm. 65
    [6] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2015, hlm. 59

    LihatTutupKomentar