PERTANGGUNGJAWABAN SISTEM PENGELOLAAN
KEUANGAN NEGARA
11. PENDAHULUAN
Pertanggungjawaban merupakan ujung dari siklus
anggaran, setelah perencanaan dan pelaksanaan. Inti dalam pertanggungjawaban
adalah evaluasi, evaluasi kinerja, dan akuntabilitas. Dalam mempertanggungjawabkan
keuangan Negara yang dipercayakan Rakyat, Pemerintah menggunakan Laporan
Keuangan sebagai alat pertanggung jawaban. Informasi yang terkandung dalam
Laporan Keuangan yang dibuat Pemerintah dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat umum, wakil rakyat, serta Pemerintah sendiri.
22. DASAR HUKUM
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara mengatur pemeriksaan
keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Undang-Undang ini bertujuan
untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, di mana perlu
dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan
mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar 1945.
Selanjutnya peraturan hukum yang mengatur mengenai BPK yaitu Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
33. PEMBAHASAN
Berdasarkan pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara, yang dimaksud dengan “Tanggung
Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan
pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”. Selanjutnya pasal 1 angka (9)
yang di maksud dengan “Laporan Keuangan
adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal
31, dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara”. Sedangkan Laporan kinerja
merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang
dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran.
UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, khususnya
pasal 30-32 menjelaskan tentang bentuk pertanggungjawaban keuangan negara.
Dalam ketentuan tersebut, baik Presiden maupun Kepala Daerah (Gubernur/Bupati
/Walikota) diwajibkan untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK
selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir (Bulan Juni tahun
berjalan). Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya berupa Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang mana
penyajiannya berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan lampiran
laporan keuangan perusahaan negara/BUMN pada LKPP dan lampiran laporan keuangan
perusahaan daerah/BUMD pada LKPD.
Bentuk pertanggungjawaban keuangan negara dijelaskan
secara rinci pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Khususnya pada pasal 2, dinyatakan
bahwa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan
wajib menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Ketentuan
ini tentunya memberikan kejelasan atas hirarki penyusunan laporan keuangan
pemerintah dan keberadaan pihak-pihak yang bertanggung-jawab didalamnya, serta
menjelaskan pentingnya laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam
pertanggungjawaban keuangan negara.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008
ditetapkan bahwa pihak yang wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan
disebut dengan Entitas Pelaporan. Instansi pemerintah yang termasuk entitas
pelaporan adalah: (i) Pemerintah pusat, (ii) Pemerintah daerah, (iii) setiap
Kementerian Negara/Lembaga, dan (iv) Bendahara Umum Negara. Entitas pelaporan
adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sedangkan Entitas akuntansi adalah
unit pemerintahan yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan menyusun
laporan keuangan, namun laporan keuangan yang dihasilkannya untuk digabungkan
pada Entitas Pelaporan. Instansi yang termasuk entitas akuntansi antara lain
kuasa Pengguna Anggaran, termasuk entitas pelaksana Dana Dekonsentrasi/Tugas
Pembantuan, untuk tingkat pemerintah pusat, serta SKPD, Bendahara Umum Daerah
(BUD) dan kuasa Pengguna Anggaran tertentu untuk tingkat pemerintah daerah.
Selain itu, entitas pelaporan juga wajib menyusun dan
menyajikan laporan kinerja sebagai tambahan informasi dalam pertanggungjawaban
keuangan APBN/APBD. Laporan kinerja berisi ringkasan informasi tentang input,
process, output, outcome, benefit dan impact dari
setiap kegiatan/program yang dijalankan oleh pemerintah, sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui tingkat ekonomis, efisiensi dan efektifitas
kegiatan/program pemerintah. Pertanggungjawaban di bagi menjadi dua yaitu :
A. PERTANGGUNGJAWABAN APBN
Pertanggungjawaban keuangan negara sebagai upaya
konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
Negara. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 bahwa Presiden memegang
kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Dalam melaksanakan tugas
kepemerintahannya, Presiden (dalam hal ini Pemerintah) memerlukan dana untuk
pembiayaannya dalam bentuk APBN. Pada hakekatnya APBN tersebut merupakan mandat
yang diberikan oleh DPR RI kepada Pemerintah untuk melakukan penerimaan
pendapatan negara dan menggunakan penerimaan tersebut untuk membiayai
pengeluaran dalam melaksanakan kepemerintahannya mencapai tujuan-tujuan
tertentu dan dalam batas jumlah yang ditetapkan dalam suatu tahun anggaran
tertentu. APBN ditetapkan tiap-tiap tahun dengan Undang-Undang dan setiap
Undang-Undang menghendaki persetujuan bersama DPR RI dengan Presiden. Sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah berkewajiban memberikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang telah disetujui oleh DPR (pasal
30 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan ketentuan dalam setiap
Undang-Undang APBN).
Mandat yang diberikan oleh DPR itu harus dipertanggungjawabkan.
Sebelum terbitnya Undang-Undang No.17 tahun 2003, pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN diwujudkan dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN).
Dalam menyusun PAN ini, Menteri Keuangan ditugasi untuk Mempersiapkan PAN
berdasarkan laporan keuangan departemen-lembaga. Hal ini mengacu pada pasal 69
ICW yang menyatakan bahwa Pemerintah membuat suatu Perhitungan Anggaran dengan
menyebutkan tanggal penutupannya. Setelah terbitnya Undang-Undang No.17 tahun
2003 pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berubah dari PAN menjadi Laporan
Keuangan. Laporan Keuangan ini disusun dengan menggunakan standar akuntansi
pemerintahan yang mengacu pada international public sector accounting
standard(IPSAS).
APBN Sebagaimana telah dinyatakan di atas bahwa sesuai
pasal 55 dari Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal bertugas menyusun Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Sebelumnya Menteri/Pimpinan lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Menteri Keuangan menyampaikan laporan
keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas
Laporan Keuangan yang dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada
kementerian negara/lembaga masing-masing kepada Menteri Keuangan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sebagai
entitas pelaporan, laporan keuangan kementerian Negara/lembaga tersebut
sebelumnya telah diperiksa BPK dan diberi opini atas laporan keuangan.
Oleh Menteri Keuangan laporan-laporan atas
pertanggungjawaban pengguna anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan
menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sebagai bagian pokok dari RUU tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang akan disampaikan Presiden kepada DPR.
DPR melalui alat kelengkapannya yaitu komisi akan membahas RUU
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan pihak pemerintah. Pembahasan
dilakukan dengan memperhatikan hasil pemeriksaan semester dan opini BPK.
Berdasar hasil pembahasan tersebut, DPR memberikan persetujuannya dan
menyampaikan persetujuan atas RUU tersebut kepada Pemerintah untuk diundangkan.
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN disusun dan disajikan sesuai standar akuntansi pemerintah sebagaimana
ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) yang disusun
oleh suatu komite yang independen, yaitu Komite Standar Akuntansi Pusat dan
Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu
mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Saat ini telah ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Pernyataan Standar
Akuntansi Pemerintah (PSAP).
B. PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH/ APBD
Laporan Semesteran
Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang membuat laporan keuangan semesteran yang terdiri dari
laporan realisasi semester pertama dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya
Disampaikan kepada Kepala Daerah paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah
berakhirnya semester pertama (10 Juli). Gubernur/bupati/walikota membuat
laporan keuangan semesteran yang terdiri dari laporan realisasi semester
pertama dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya Disampaikan kepada DPRD paling
lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya semester pertama (31 Juli)
Laporan Akhir Tahun
Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah
untuk disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang didahului dengan laporan keuangan
(yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan
keuangan) dari Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang yang dilaporkan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD
telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
akuntansi keuangan keuangan telah diselenggarakan sesuai derngan standar
akuntansi pemerintahan
Laporan Keuangan yang dibuat Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah (terdiri Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan
Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan dilampiri dengan laporan Kinerja dan
Ikhtisar Laporan Keuangan BUMD) disampaikan gubernur/bupati/walikota kepada
Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah laporan-laporan atas
pertanggungjawaban pengguna anggaran/pengguna barang tersebut dikonsolidasikan
menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sebagai bagian pokok dari Raperda
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang akan disampaikan
gubernur/bupati/walikota kepada DPRD.
Kepala Daerah menyampaikan Raperda tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD berupa Laporan Keuangan kepada DPRD paling
lama 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan Keuangan yang
disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD adalah Laporan Keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Persetujuan DPRD terhadap
Raperda pertanggungjawaban yang telah diaudit BPK paling lambat diberikan 1 (satu)
bulan sejak disampaikan atau akhir bulan Juli. Rancangan Perda tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD dan rancangan
peraturan Kepala daerah tentang penjabaran pertanggung jawaban pelaksanaan APBD
sebelum ditetapkan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri/ Gubernur untuk
dievaluasi paling lama 3 (tiga) hari kerja dan penyampaian hasil evaluasi oleh
Menteri Dalam Negeri/Gubernur paling lama 15 (limabelas) hari kerja. Kepala Daerah dan DPRD menyempurnakan hasil evaluasi sebelum ditetapkan, paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi