Makalah Hukum Kelembagaan Negara Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat



    KATA PENGANTAR

    Puja dan puji syukur penulis Panjatkan kepada Tuhan yang  maha kuasa karena atas karunianya yang tiada taranya  telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis  dapat menyelesaikan MAKALAH yang berjudul “MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT” yang  merupakan salah satu tugas Hukum Kelembagaan Negara yang di berikan oleh dosen.


    Makalah ini di susun semaksimal mungkin oleh penulis dengan harapan, dapat memberikan banyak  manfaat bagi penulis yang mendapatkan tugas Hukum Kelembagaan negara yang di tuangkan dalam makalah ini. Semoga berguna juga dalam proses pembelajaran dan  menambah  pengetahuan  Mahasiswa Fakultas Hukum Tentang Kelembagaan Negara.


    Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pepatah menyatakan “Tak ada gading yang tak retak” dan penulis juga dalam tahap berproses sehingga harap di maklumi, namun demikian telah memberikan manfaat bagi  Penulis untuk berkembang. Akhir kata  Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat menbangun sangat di butuhkan penulis sebagai bahan koreksi diri, karena tidak ada manusia yang luput dari kesalahan.

    Palu, 22  MEI  2017


    Penulis



    Daftar Isi

    Makalah Hukum Kelembagaan Negara Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat


    BAB I
    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Dalam pemerintahan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar tahun 1945 sangatlah penting. Karena di dalamnya memuat tugas dan wewenang lembaga negara di Indonesia ini. Selain itu juga terdapat aturan-aturan, bentuk negara, lambang, lagu kebangsaan dan lain-lain. Undang-undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka zaman, artinya aturan yang dibuat oleh para DPR kita sebelum di syahkan menjadi Undang-Undang sebelumnya harus disosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma- norma adat atau melanggar hak – hak azazi manusia. . Salah satu bukti bahwa Undang–undang yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zamanya adalah Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar tahun 1945 diamandemen sebanyak  4 kali, yaitu pada tanggal 19 Oktober 1999 yang merupakan amandemen pertama, tanggal 18 Agustus 2000 yang merupakan amandemen kedua, tanggal 10 November 2001 yang merupakan amandemen ketiga dan tanggal 10 Agustus 2002 yang merupakan amandemen yang terakhir atau amandemen keempat. Hal ini dilakukan agar isi dari Undang-Undang Dasar tersebut bisa sesuai dengan perkembangan zaman dan memperbaikinya, sehingga dapat menjadi dasar hukum yang baik dan tegas. Dan dalam proses tersebut ada perbedaan antara sebelum amandemen dengan yang setelah amandemen.


    Komite Nasional Indonesia Pusat yang dibentuk berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Komite Nasional Indonesia Pusat dapat dikatakan sebagai embrio dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, terutama setelah diterbitkannya maklumat Wakil Presiden Nomor X ( dibaca: eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang memberikan kewenangan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat untuk ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.


    Di bagian lain dipaparkan perkiembangan kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat, diawali dengan terbitnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang diantaranya memerintahkan pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, sampai kepada Majelis Permusyawaratan hasil Pemilihan Umum 1999 di era reformasi.


    Perkembangan suatu lembaga ketatanegaraan tidak dapat dipisahkan dari alur sejarah kehidupan ketatanegaraan itu sendiri. Demikian pula perkembangan suatu lembaga politik jelas tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan politik yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, perkembangan Majelis Permusyawaratan Rakyat baik sebagai lembaga ketatanegaraan Republik Indonesia, serta tidak terpisah dari tumbuh berkembangnya demokrasi di tanah air kita.


    Perjalanan sejarah  menunjukkan, kehidupan ketatanegaraan dan demokrasi di Indonesia ditinjau dari sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara serta sistem demokrasi yang dianut telah melampau beberapa periode. Pada setiap periode terdapat ciri-ciri tersendiri dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara serta pelaksanaan demokrasi, yang kesemuanya miempengaruhi kedudukan, peran, dan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat.


    Rumusan Masalah

    Berdasarkan identifikasi masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

    1. Apakah itu MPR?
    2. Bagaiamanakah sejarah MPR?
    3. Bagaimana tugas dan wewenang MPR?
    4. Apa fungsi dan wewenang MPR sebelum dan sesudah amandemen?
    5. Apa hak MPR, hak-hak anggota MPR, fraksi-fraksi MPR dan alat-alat kelengkapan MPR?
    6. Bagaimana susunan dan kedudukan MPR?


    Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat berbagai tujuan di buatnya makalah ini antara lain :

    1. Untuk mengetahui pengertian MPR;
    2. Untuk mengetahui sejarah MPR;
    3. Untuk mengetahui tugas dan wewenang MPR;
    4. Untuk mengetahui fungsi dan wewenang MPR sebelum dan sesudah amandemen;
    5. Untuk mengetahui hak-hak MPR, anggota MPR,  fraksi-fraksi MPR dan alat-alat kelengkapan MPR;
    6. Untuk mengetahui kedudukan dan susunan MPR.



    BAB II
    PEMBAHASAN

    Pengertian Majelis Permusyawaratan Rakyat

    Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia atau cukup disebut Majelis Permusyawaratan Rakyat (disingkat MPR-RI atau MPR) adalah lembaga legislatif bikameral yang merupakan salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.


    MPR adalah penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia dan merupakan lembaga tertinggi Negara, pemegang dan pelaksanaan sepenuhnya kedaulatan rakyat.


    Berkenaan dengan MPR dalam UUD 1945 ditegaskan:

    • Pasal 1 ayat (2) kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
    • Pascal 2,

    Ayat (1) : MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

    Ayat (2) : MPR bersidang sedikit-dikitnya sekali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara.

    Ayat (3) : Segala putusan MPR ditetapkan dengan suara yang terbanyak.


    • Pasal 3, MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar daripada haluan negara.
    • Pasal 6 ayat (2) presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara yang terbanyak .
    • Pasal 37,

    Ayat (1) : untuk mengubah UUD sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota MPR harus hadir.

    Ayat (2) : Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir. 



    Sejarah Majelis Permusyawaratan Rakyat

    Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amendemen yang baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.


    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amendemen) tersebut mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno, pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilah Badan Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.


    Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa ‘’Badan Permusyawaratan’’ berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amendemen).


    Masa Orde Lama (1945-1965) dan Orde Baru (1965-199)

    Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saat itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amendemen) menyebutkan, Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.


    Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amendemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.


    Pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal dalam konfigurasi ketatanegaraan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Konstituante yang diserahi tugas membuat Undang-Undang Dasar.


    Namun, Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar ternyata menemui jalan buntu. Di tengah perdebatan yang tak berujung pangkal, pada tanggal 22 April 1959 Pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi anjuran ini pun tidak mencapai kesepakatan di antara anggota Konstituante.


    Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden yang berisikan :

    Pembubaran Konstituante,

    1. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,
    2. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

    Untuk melaksanakan Pembentukan MPRS sebagaimana diperintahkan oleh Dekret Presiden 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 yang mengatur Pembentukan MPRS sebagai berikut :

    1. MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
    2. Jumlah Anggota MPR ditetapkan oleh Presiden.
    3. Yang dimaksud dengan daerah dan golongan-golongan ialah Daerah Swatantra Tingkat I dan Golongan Karya.
    4. Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
    5. MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden.
    6. Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan Karya, dan 118 Utusan Daerah.


    Pada tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI. Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S/PKI, mutlak diperlukan adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan kenegaraan. MPRS yang pembentukannya didasarkan pada Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi pemberontakan G-30-S/PKI, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.


    Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur PKI, dan ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1966 bahwa sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilihan Umum terbentuk.


    Rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai pemberontakan G-30-S/PKI berikut epilognya serta kemunduran ekonomi dan akhlak. Tetapi, pidato pertanggungjawaban Presiden Soerkarno yang diberi judul ”Nawaksara” ternyata tidak memuaskan MPRS sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun 1966 yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato pertanggungjawabannya.


    Walaupun kemudian Presiden Soekarno memenuhi permintaan MPRS dalam suratnya tertangal 10 januari 1967 yang diberi nama “Pelengkap Nawaksara”, tetapi ternyata tidak juga memenuhi harapan rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut, Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah alpa dalam memenuhi kewajiban Konstitusional. Sementara itu DPR-GR dalam Resolusi dan Memorandumnya tertanggal 9 Februari 1967 dalam menilai “Nawaksara” beserta pelengkapnya berpendapat bahwa “Kepemimpinan Presiden Soekarno secara konstitusional, politis/ideologis membahayakan keselamatan bangsa, negara, dan Pancasila”.


    Dalam kaitan itu, MPRS mengadakan Sidang Istimewa untuk memberhentikan Presiden Soekarno dari jabatan Presiden/Mandataris MPRS dan memilih/mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden/Mandataris sesuai Pasal 3 Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966, serta memerintahkan Badan Kehakiman yang berwenang untuk mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum.


    Sejak saat itu, maka semangat Orde Baru telah menggantikan Orde Lama yang tidak sesuai dengan Demokrasi Pancasila.



    Masa Reformasi (1999-sekarang)

    Bergulirnya reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.


    Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.


    Tugas, dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.



    Tugas dan Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat

    Berdasarkan UUD 1945 tersebut diatas, maka dalam ketetapan MPR NO. I/MPR/1983 tentang peraturan Tata Tertib MPR ditegaskan:

    Tugas MPR.

    1. MPR mempunyai tugas:
    2. Menetapkan UUD.
    3. Menetapkan garis-garis besar haluan Negara.
    4. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden., MPR melakukan tugasnya berlandaskan Pancasila dan UUd 1945.


    Wewenang MPR

    MPR mempunyai wewenang:

    1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga Negara yang lain, termasuk garis-garis besar haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris MPR.
    2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan MPR.
    3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
    4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/Mandataris mengenai pelaksanaan garis-garis besar haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
    5. Mencabut mandate dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/Mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
    6. Mengubah UUD.
    7. Menetapkan pimpinan MPR yang dari dan oleh anggota MPR.
    8. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota MPR yang melanggar sumpah/janji anggota MPR.


    Fungsi dan Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum dan sesudah Amandemen
    Fungsi dan wewenang MPR sebelum di amandemen UUD 1945

    Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.


    Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan anggota MPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR.

    Dalam praktek ketatanegaraan MPR pernah menetapkan, antara lain:

    • Presiden sebagai presiden seumur hidup.
    • Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 kali berturut-turut.
    • Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
    • Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
    • Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
    • Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.


    Wewenang MPR antara lain :

    1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
    2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
    3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
    4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
    5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
    6. Mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
    7. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
    8. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
    9. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.



    Fungsi dan wewenang lembaga Negara MPR setelah di amandemen UUD 1945

    Keberadaan MPR pasca perubahan UUD 1945 telah sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

    Wewenang MPR antara lain :

    1. Melantik Presiden dan/atau Wapres
    2. Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD.
    3. Menghilangkan supremasi kewenangannya.
    4. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
    5. Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
    6. Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
    7. Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu



    Hak MPR, hak-hak anggota MPR, fraksi-fraksi MPR dan alat-alat kelengkapan MPR

    Untuk dapat melaksanakan fungsinya, MPR mempunyai hak-hak yang tercantum dalam  :

    1. UUD 1945, pasal 3 dan 37.
    2. Ketetapan MPR No. I/MPR/1983. Tentang peraturan tata tertib MPR, pasal 3 dan 4.
    3. UU No. 5 tahun 1985 tentang referendum.


    Hak-hak anggota MPR :

    1. Hak setiap anggota MPR untuk mengikuti semua kegiatan MPR.
    2. Untuk melakasanakan tugas dan fungsinya sebagai anggota, setiap anggota MPR mempunyai:
    3. Hak suara.
    4. Hak bicara dan mengeluarkan pendapat.
    5. Hak usul dan menyokong usul perubahan terhadap rancangan Ketetapan/Keputusan MPR.
    6. Hak menilai kebijaksanaan Presiden/Mandataris MPR pada sidang Umum/Sidang Istimewa.
    7. Hak mencalonkan dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
    8. Hak keuangan/administratif dan kedudukan protokoler anggota/pimpinan MPR diatur dengan dan atau berdasarkan undang-undang.


    Fraksi-Fraksi MPR :

    Fraksi MPR adalah pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan kontelasi politik dan pengelompokan fungsional dalam masyarakat.

    Fraksi-fraksi dalam MPR terdiri dari:

    • Fraksi ABRI
    • raksi Karya pembangunan
    • Fraksi Partai Demokrasi Pancasila
    • Fraksi Persatuan Pembangunan
    • Fraksi Utusan Daerah.


    Alat-alat kelengkapan MPR :

    Alat-alat kelengkapan MPR disusun menurut pengelompokan kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas MPR.

    MPR mempunyai alat-alat kelengkapan sebagai berikut:

    1. Pimpinan MPR
    2. Badan Pekerja MPR
    3. Komisi MPR
    4. Panitia Ad Hoc MPR.


    Susunan dan kedudukan MPR

    Susunan dan kedudukan MPR diatur dalam UU No. 16 tahun 1969 tentang susunan an kedudukan MPR, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5Tahun 1975 dan UU No. 2 Tahun 1985.

    Menurut pasal 1 UU No. 16 tahun 1969 yang telah disempurnakan. Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disebut MPR terdiri atas:

    1. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ditambah dengan:
    2. Anggota Tambahan MPR yang meliputi:

    • Utusan daerah yang jumlahnya adalah sekurang-kurangnya 4 orang dan sebanyak-banyaknya 8 orang untuk tiap-tiap Daerah Tingkat I; jumlah Utusan Daerah termaksud ditetapkan berdasarkan sensus terkhir dengan memperhatikan perkembangan pada saat dilangsungkannya Pemilihan Umum. Utusan Daerah dipilih oleh DPRD Tinggkat I.
    • Utusan organisasi kekuatn social politik peserta Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Utusan organisasi peserta Pemilihan Umum, dan utusan golongan karya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, selanjutnya disebut utusan golongan karya ABRI, yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan imbangan susunan anggota DPR.
    • Organisasi peserta Pemilihan Umum  (Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) yang ikut Pemilihan Umum dijamin sekurang-kurangnya 5 orang utusan di MPR.
    • Utusan organisasi peserta Pemilihan Umum diajukan Dewan Pimpinan Pusat organisasi peserta pemilihan Umum yang bersangkutan dengan mengambil nama-nama yang tercantum dalam daftar calon tetap untuk Pemilihan Umum keanggotaan DPR yang telah disahkan ; Utusan golongan karya ABRI ditetapkan oleh Presiden atas usul Panglima Angkatan Bersenjata.
    • Utusan golongan-golongan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945, selanjutnya disebut Utusan Golongan-golongan, yang berjumlah 100 orang.
    • Dalam penjelasan UUD 1945 disebutkan, bahwa yang disebut “golongan-golongan”, ialah badan-badan seperti Koperasi, serikat sekerja dan lain-lain Badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan system koperasi dalam ekonomi, maka ayat (1) dari pasal 2 UUD 1945 ini mengikat akan adanya golongan-golongan dalam Badan-badan Ekonomi. Utusan golongan-golongan ditetapkan oleh Presiden atas usul organisasi golongan-golongan maupun atas prakarsa Presiden



    BAB III
    PENUTUP

    Kesimpulan

    MPR adalah penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia dan merupakan lembaga tertinggi Negara, pemegang dan pelaksanaan sepenuhnya kedaulatan rakyat.


    Perjalanan sejarah menunjukkan, kehidupan ketatanegaraan dan demokrasi di Indonesia ditinjau dari sistem penyelenggaraan Pemerintahan Negara serta sistem demokrasi yang dianut telah melampau beberapa periode. Pada setiap periode terdapat ciri-ciri tersendiri dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara serta pelaksanaan demokrasi, yang kesemuanya miempengaruhi kedudukan, peran, dan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat.


    Tugas dan wewenang MPR berdasarkan UUD 1945 tersebut, ada didalam ketetapan MPR NO. I/MPR/1983 tentang peraturan Tata Tertib MPR.


    Fungsi dan wewenang MPR sebelum dan sesudah amandemen, Fungsi dan wewenang MPR sebelum di amandemen UUD 1945. Dalam praktek ketatanegaraan MPR pernah menetapkan, antara lain :

    1. Presiden sebagai presiden seumur hidup.
    2. Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 kali berturut-turut.
    3. Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
    4. Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
    5. Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
    6. Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.
    7. Wewenang MPR antara lain:
    8. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
    9. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.
    10. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden.
    11. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
    12. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar.
    13. Mengubah Undang-Undang Dasar 1945.
    14. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
    15. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota.
    16. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.


    Fungsi dan wewenang lembaga Negara MPR setelah di amandemen UUD 1945, Wewenang MPR antara lain :

    1. Melantik Presiden dan/atau Wapres
    2. Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD.
    3. Menghilangkan supremasi kewenangannya.
    4. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
    5. Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
    6. Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
    7. Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.


    Untuk dapat melaksanakan fungsinya, MPR mempunyai hak-hak yang tercantum dalam: 

    1. UUD 1945, pasal 3 dan 37.
    2. Ketetapan MPR No. I/MPR/1983. Tentang peraturan tata tertib MPR, pasal 3 dan 4.
    3. UU No. 5 tahun 1985 tentang referendum.


    Hak-hak anggota MPR :

    Untuk melakasanakan tugas dan fungsinya sebagai anggota, setiap anggota MPR mempunyai;

    1. Hak suara.
    2. Hak bicara dan mengeluarkan pendapat.
    3. Hak usul dan menyokong usul perubahan terhadap rancangan Ketetapan/Keputusan MPR.
    4. Hak menilai kebijaksanaan Presiden/Mandataris MPR pada sidang Umum/Sidang Istimewa.
    5. Hak mencalonkan dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
    6. Fraksi MPR adalah pengelompokan anggota MPR yang mencerminkan kontelasi politik dan pengelompokan fungsional dalam masyarakat.
    7. Alat-alat kelengkapan MPR disusun menurut pengelompokan kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas MPR.


    Susunan dan kedudukan MPR diatur dalam UU No. 16 tahun 1969 tentang susunanan kedudukan MPR, DPR dan DPRD sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5Tahun 1975 dan UU No. 2 Tahun 1985. Menurut pasal 1 UU No. 16 tahun 1969 yang telah disempurnakan.



    DAFTAR PUSTAKA

    1. http://plazsave.blogspot*co.id/2016/03/makalah-mpr.html    Di akses pada tanggal 22 -5 -2017 jam 12:22
    2. https://id.wikipedia*org/wiki/Majelis_Permusyawaratan_Rakyat_Republik_Indonesia   Di akses pada tanggal 22 -5 -2017 jam  12:32
    3. https://relatifyaa.blogspot.co*id/2016/09/makalah-pkn-mengenai-mpr.html   Di akses pada tanggal 22 -5 -2017 jam 12:36
    4. http://gendutporeper.blogspot*co.id/2014/04/makalah-tentang-mpr.html  Di akses pada tanggal 22 -5 -2017 jam jm 12:25



    LihatTutupKomentar