Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.
Tanah adalah permukiman bumi, demikian dinyatakan dalam Pasal 4 UUPA. Dengan demikian hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Hak-hak atas tanah di katakan sebagai hak dasar karena secara yuridis hak-hak tersebut di berikan dan di letakan langsung oleh undang-undang dan di jamin oleh konstitusi negara yaitu UUPA dalam pasal 16 dan UUD 1945 dalam pasal 33 ayat 3. Sehingga hak-hak atas tanah tersebut mendapat perlindungan hukum dan untuk mendapat kepastian hukum hak-hak atas tanah itu harus di daftarkan melalui pendaftaran tanah di lembaga negara yaitu BPN ( Badan Pertanahan nasional )
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis Panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa karena atas karunianya yang tiada taranya telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan MAKALAH yang berjudul “HAK-HAK ATAS TANAH SEBAGAI HAK DASAR DALAM MEMPERTAHANKAN HUKUM PERTANAHAN” yang merupakan salah satu tugas hukum Agraria yang di berikan oleh Dosen.
Dalam makalah ini Penulis membahas dan mengkaji mengenai hak-hak atas tanah yang merupakan hak dasar, di mana hak tersebut sebagai hak dasar dan utama harus di lindungi oleh Hukum yaitu Hukum Pertanahan yang di atur dalam Undang-undang Pokok Agraria yang berlandaskan Hukum Adat sebagai Hukum asli Bangsa Indonesia dan hukum tersebut harus di patuhi sehingga dapat mempertahankan hukum pertanahan agar mampu memberikan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menemukan sedikit hambatan seperti kurangnya literatur dan masih sedikitnya wawasan penulis, tetapi atas dorongan dan bimbingan yang di berikan oleh dosen pembimbing bapak DR H Supriadi S.H. M.Hum saya ucapkan banyak terimakasih karena telah membina kami dengan baik dan sabar sehingga penulis dapat menemukan jati dirinnya sebagai bhakta tuhan dan sebagai nasionalis indonesia.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi Penulis. Akhir kata Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat menbangun sangat di butuhkan penulis sebagai bahan koreksi diri, karena tidak ada manusia yang luput dari kesalahan.
Palu,28 Desember 2016
Penulis
Daftar Isi
Cover ..................................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................. ii ..
Kata Pengantar ........................................................................................................... iii
I Pendahuluan ............................................................................................................ 1
I.I Latar Belakang ........................................................................................................ 1
I.II Rumusan Masalah ................................................................................................. 5
I.III Tujuan Pembahasan .............................................................................................. 5
II. Bab II Pembahasan ................................................................................................. 6
II. Pengertian Hak-hak Atas Tanah Sebagai Hak Dasar............................................... 6
II.II Peran Hak-hak Atas tanah sebagai hak dasar dalam mempertahankan hukum pertanahan...................................................................................................................... 10
II.III . Hukum Pertanahan Nasional Dalam Melindungi dan Mengatur Hak-hak Atas Tanah............................................................................................................................. 14
III. Bab III Penutup ...................................................................................................... 18
Kesimpulan dan Tujuan ............................................................................................... 18
Saran .................................................................................................................... 19
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 20
BAB 1
PENDAHULUAN
I.I Latar belakang
Hukum pertanahan nasional terbentuk setelah terjadinya dualisme dan pluralistik, yang pada saat itu pengaturan hukum tanah menjadi rancu dan saling bertabrakan antara hukum tanah barat dengan hukum tanah adat. Akibat dari pluralismenya hukum tanah tersebut menyebabkan terjadinya ketidak adilan terhadap hak-hak atas tanah, seperti banyaknya masyarakat yang tidak memiliki setifikat, hak-hak atas tanah hanya di miliki oleh pemodal besar yaitu kaum borjuis, sementara petani miskin tidak mempunyai tanah sehingga mereka hanya mengerjakan tanah milik orang lain. Seharusnya hak-hak atas tanah itu di miliki oleh rakyat secara adil dan merata. Untuk itu hak-hak atas tanah sebagai hak dasar harus di lindungi oleh peraturan hukum pertanahan nasional berdasarkan Hukum Adat yang berkonsepsi Komunalistik-religius, maka terbentuklah peraturan hukum tanah nasional yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).
Pembangunan hukum tanah nasional secara yuridis formal menjadikan hukum adat sebagai sumber utama, sehinggga segala bahan yang di butuhkan dalam pembangunan hukum tanah nasional sembernya tetap mengacu kepada hukum adat, baik berupa konsepsi, asas- asas dan lembaga-lembaga hukumnya.[1]
Peraturan hukum tanah nasional yaitu undang-undang Pokok agraria, harus di terapkan dalam kenyataan secara murni sehingga mampu menciptakan keadilan di masyarakat terutama mengenai hak-hak atas tanah. Tetapi , kenyataannya peraturan tersebut tidak di terapkan dan di laksanakan secara konsekuen, yang di mana antara das sein dengan das sollen selalu berbeda jauh dan hanya menjadi sebuah angan-angan belaka. Misalnya saja mengenai pengaturan penguasaan hak atas tanah, dimana hanya orang kaya yang memiliki uang banyak yang memiliki dan menguasai hak-hak atas tanah sementara petani miskin tidak memiliki tanah. Tentunya itu semua sangat menyedihkan,akibatnya indonesia sekarang mengenai kedaulatan pangan tidak terpenuhi, padahal di masa lalu indonesia berjaya mengenai pangan. Untuk itu penerapan UUPA haruslah murni dan melindungi hak-hak atas tanah secara adil sehingga hukum pertanahan nasional mampu di pertahankan.
Penguasaan tanah diupayakan semaksimal mungkin untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Berbagai upaya dilakukan oleh manusia untuk dapat menguasai tanah dan tentunya mempertahankan juga dari pihak lain, karena itu penguasaan tanah harus dilandasi atas hak yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA). Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan bahwa atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal (2) UUPA ditentukan adanya macam-macam bagian tubuh bumi dan air serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk keperluan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.[2]
Dari uraian tersebut kita dapat memahami begitu pentingnya tanah bagi kehidupan kita, untuk itu hak- hak atas tanah harus di jaga dan di lindungi oleh hukum pertanahan. Hukum pertanahan nasional itu di atur di dalam Undang-undang Pokok Agraria.tugas melaksanakan peraturan tersebut di laksanakan oleh negara melalui alat- alatnya berupa Institusi atau lembaga negara seperti BPN (Badan Pertanahan Nasional). Sedangkan masyarakat harus mematuhi peraturan hukum pertanahan agar ketertipban selalu terjaga.
Mengingat pentingnya peran tanah tersebut, maka harus ada suatulembaga yang memiliki otoritas seperti negara (state) untuk mengelola dan mengatur keberadaan dan peranan tanah. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan peranan negara dalam mengelola dan mengatur tanah, bahwa kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Hak menguasai negara tersebut, menurut Pasal 2 ayat (2) UUPA, memberikan wewenang kepada negara untuk tiga hal:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Berdasarkan hak menguasai dari negara seperti ditegaskan dalam Pasal 2 UUPA, maka menurut ketentuan dalam Pasal 4 UUPA yang selanjutnya dirinci dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, kepada perseorangan atau badan hukum diberikan beberapa macam hak atas tanah.
Hak-hak tersebut dapat dimiliki atau dikuasai oleh warga negara Indonesia, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Pada dasarnya hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dan setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya.[3]
Semua hak penguasaan atas tanah berisikan tentang serangkaian wewenang dan kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya. Penguasaan hak atas tanah terdiri atas Penguasaan secara perorangan/individual yang beraspek perdata dan penguasaan tanah bersama atau yang lebih dikenal dengan Tanah Adat. Semua penguasaan tanah tersebut mendapat perlindungan hukum oleh hukum pertanahan nasional, termasuk hak tanah adat.
I.II Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan hak-hak atas tanah sebagai hak dasar ?
2. Bagaimanakah peran hak-hak atas tanah sebagai hak dasar dalam mempertahankan hukum pertanahan ?
3. Bagaimanakah hukum pertanahan nasinonal mampu melindungi dan mengatur hak- hak atas tanah?
I.III Tujuan Penulisan
1. Agar dapat memberikan pemahaman mengenai hak-hak atas tanah sebagai hak dasar
2. Untuk mengetahui peran hak-hak atas tanah dalam mempertahankan hukum pertanahan
3. Untuk mengetahui apakah hukum pertanahan nasional telah dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah
Catatan Kaki:
[1] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 53.
[2] Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia : Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 1991), Hlm. 58.
[3] Tesis: INDRA ARDIANSYAH, AKIBAT HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM KAITANNYA DENGAN PENGATURAN TANAH TERLANTAR (Studi Pada Wilayah Cisarua Kabupaten Bogor), PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Pengertian Hak-hak Atas Tanah Sebagai Hak Dasar
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah.[4]
Tanah adalah permukiman bumi, demikian dinyatakan dalam Pasal 4 UUPA. Dengan demikian hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak atas tanah dengan demikian mengandung kewenangan, sekaligus kewajiban bagi pemegang haknya untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan dan mengambil manfaat dari satu bidang tanah tertentyu yang dihaki. Pemakaiannya mengandung kewajiban untuk memelihara kelestarian kemampuannya dan mencegah kerusakannya, sesuai tujuan pemberian dan isi haknya serta peruntukan tanahnya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah daerah yang bersangkutan.[5]
Hak-hak atas tanah di katakan sebagai hak dasar karena secara yuridis hak-hak tersebut di berikan dan di letakan langsung oleh undang-undang dan di jamin oleh konstitusi negara yaitu UUPA dalam pasal 16 dan UUD 1945 dalam pasal 33 ayat 3. Sehingga hak-hak atas tanah tersebut mendapat perlindungan hukum dan untuk mendapat kepastian hukum hak-hak atas tanah itu harus di daftarkan melalui pendaftaran tanah di lembaga negara yaitu BPN ( Badan Pertanahan nasional ).
Menurut Pasal 19 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, telah dijelaskan bahwa pendaftaran tanah adalah upaya yang diadakan pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah akan menghasilkan kepastian bukti hak atas tanah yang merupakan alat yang mutlak ada, sebagai dasar status kepemilikan tanah.
Ada beberapa jenis hak penguasaan atas tanah yang di atur di dalam undang-undang pokok agraria yaitu :
1. Hak bangsa indonesia atas tanah , merupakan hak penguasaan atas tanah yang tinggi yang mempunyai makna bahwa kepentingan bangsa indonesia di atas kepentingan perorangan atau golongan.
2. Hak menguasi negara atas tanah, bahwa semua tanah di kuasai oleh negara yang meliputi semua tanah dalam wilayah RI, baik tanah-tanah yang tidak atau belum maupun sudah dihaki dengan hak-hak perorangan ( pasal 37, 41, 43, dan 49 UUPA )
3. Hak Ulayat, merupakan seperankat wewenang dan kewajiban suatau masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak di dalamnya.
4. Hak perorangan atas tanah, bahwa tanah tersebut dapat di kuasai oleh individu secara perorangan sebagai hak milik.
Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat di dalam hukum agraria nasional membagi hak-hak atas tanah ke dalam dua bentuk, pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer. Kedua, hak atas tanah yang bersifat sekunder.[6]
Hak-hak atas tanah yang bersifat primer berarti hak-hak atas tanah tersebut dapat di kuasai secara langsung oleh seseorang atau badan hukum yang mempunyai waktu yang lama dan dapat di pindah tangankan kepada orang atau ahli warisnya. Dalam UUPA hak atas tanah bersifat primer, yaitu :
a. Hak Milik atas tanah (HM) adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6 ( berfungsi sosial ). Hak milik dapat beralih dan dialihkan ( Pasal 20 ). Dalam UUPA, hak milik atas tanah diatur pada Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA.
b. Hak Guna Usaha (HG) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu yang ditentukan guna untuk perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan. Hak guna usaha di atur pada Pasal 28-34 UUPA Jo. Pasal 2-18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996.
c. Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dalam jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang 20 tahun (Pasal 35 UUPA ). Hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35-40 UUPA jo. Pasal 19-38 PP Nomor 40 tahun 1996.
d. Hak Pakai (HP) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau milik orang lain dengan jangka waktu yang tidak tertentu (Pasal 41 UUPA).
Selanjutnya adalah hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder karena bersifat sementara. Di katakan bersifat sementara karena hak-hak tersebut di nikmati dalam waktu terbatas, lagi pula hak-hak itu di miliki oleh oran lain, yang di atur dalam pasal 53 UUPA yaitu:
a. Hak gadai adalah adalah hak gadai tanah pertanian merupakan pengertian “jual gadai” tanah yang berasal dari hukum adat. Jual gadai adalah penyerahan sebidang tanah oleh pemiliknya kepada pihak lain dengan membayar uang kepada pemilik tanah dengan perjanjian bahwa tanah akan dikembalikan kepada pemiliknya apabila pemilik mengembalikan uang yang diterimanya kepada pemegang tanah gadai.
b. Hak usaha bagi hasil adalah hak yang asalnya sama dengan hak gadai,yaitu berasal dari hukum adat.
c. Hak menumpang, artinya adalah hak yang mengizinkan seseorang untuk mendirikan bangunan dan menempati tanah pekarangan orang lain, dengan tidak membayar sejumlah uang kepada pemilik pekarangan.
d. Hak menyewa adalah hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar sewa kepada pemiliknya ( Pasal 44 UUPA ).
II.II Peran Hak-hak Atas tanah sebagai hak dasar dalam mempertahankan hukum pertanahan
Tanah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Tanah selalu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu dalam setiap masyarakat selalu ada sistem pengaturan penguasaan tanah oleh anggota masyarakat guna memenuhi kebutuhan mereka. Di dalam masyarakat Indonesia sistem yang berlaku sekarang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Secara formal sebagaimana disebutkan di dalam UUPA, sistem tersebut didasarkan atas hukum adat. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan UUPA dengan jelas menyebutkan bahwa sistem tersebut ditujukan agar tanah dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[7]
Tanah, bagai masyarakat mempunyai hubungan yang erat dengan kesejahteraan seseorang, perkembangan kehidupan keluarga, dan kelompok. Mempertahankan tanah berarti mempertahankan hidup dan kehidupan. Di samping bernilai ekonomis, tanah juga secara intrinsik mengandung nilai yang bermakna tinggi dan mendasar. Tanah dapat menunjukkan tingkat status sosial seseorang. Semakin banyak tanah yang dimiliki seseorang semakin tinggi pula status sosialnya.
Hak-hak atas tanah sebagai hak dasar, haruslah di kuasai secara merata oleh semua golongan masyarakat. Karena tanah merupakan hal yang mendasar dan tidak dapat di pisahkan dalam kehidupan manusia. Untuk itu hak-hak atas tanah seharusnya menjangkau segala lapisan masyarakat, terutama masyarakat menengah-kebawah. Untuk hak-hak atas tanah sebagai hak dasar dalam upaya mempertahankan hukum pertanahan dengan cara menerapkan peraturan tanah secara konsekuen dan adil. Dalam upaya mempertahankan hukum pertanahan disini di perlukan peran pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan hukum pertanahan nasional yaitu UUPA sebagai peraturan hukum asli buatan bangsa indonesia dengan menggunakan asas hukum adat sebagai konsepsi dasar. Kita sebagai anak bangsa harus bangga memiliki peraturan hukum karya kita sendiri. Sehinggan sebagai warga negara harus mematuhi peraturan pertanahan untuk mempertahankannya dari ancaman paham-paham luar yang ingin menggerusnya.
Hak Milik adalah hak turun temurun, yang terkuat dan terpenuh, yang dapat dipunyai oleh orang atas sebidang tanah. Hak Milik merupakan hak terkuat, terutama dalam hal mempertahankan hak atas tanahnya. Hak Milik ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dan hanya boleh dimiliki oleh warga Negara Indonesia (WNI). Sedangkan warga Negara Asing (WNA) hanya berhak memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat atau pencampuran harta karena perkawinan.
Dari pengertian hak milik tersebut dapat di pahami bahwa hak milik merupakan hak-hak atas tanah perorangan yang paling utama, karena dapat di kuasai secara individual. Tetapi penguasaan secara individual itu tidak bersifat mutlak seperti hak eingendom dalam hak barat, karena ada asas fungsi sosial atas tanah yang di atur di dalam pasal 6 UUPA. Di sinilah peran-peran hak-hak atas tanah dalam mempertahankan hukum pertanahan yaitu dengan cara tidak menyimpang dan keluar jalur dari asas-asas, konsep-konsep yang mendasar dalam hukum pertanahan yaitu Undang-undang pokok agraria yang berkonsepsi hukum adat yang berasaskan komunalistik-religius dan asas pemisahan horizontal.
Asas-asas dan konsepsi dasar mengenai hak-hak atas tanah tidaklah boleh di cemari oleh paham-paham lain mengenai pertanahan, terutama paham barat seperti paham eingendom dan asas perlekatan. Karena jika paham-paham tersebut telah menginfeksi masyrakat, maka akan berakibat fatal yaiu menyebabkan hukum pertanahan tidak dapat di pertahankan dan akhirnya tersingkirkan. Tentunya kita tidak mengharapkan hal yang demikian. Untuk itu di perlukannya sosialisasi di masyarakat melalui pemerintah, instansi terkait, praktisi hukum, tentunya juga mahasiswa hukum sebagai kalangan intlektual yang melek hukum untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat awam secara konperhensif.
Suksesnya pelaksanaan peraturan hukum itu di pengaruhi oleh masyarakatnya. Untuk itu, perlunya di bangunnya jiwa kesadaran tentang hukum kepada masyarakat sebagai upaya pembangunan jangka panjang. Khusunya mengenai hak-hak atas tanah perlunya di bangunya pemahaman mengenai konsep-konsep yang terdapat di dalam UUPA agar hukum pertanahan dapat di pertahankan dan abadi karena masyarakatnya mampu melaksanakan dan mematuhi peraturan yang ada di dalam UUPA secara tulus dan murni dari lubuk hati yang paling dalam. Jika itu bisa di bangun, maka seyakin-yakinnya Indonesia pasti akan berjaya di bidang Agraria, dan ketahanan pangan nasional dapat terwujud. Itulah peran-peran hak-hak atas tanah sebagai hak dasar dalam upaya mempertahankan hukum pertanahan.
Presiden Soekarno pernah menyatakan bahwa dalam membangun bangsa yang pertama yang perlu di bangun adalah mentalnya yaitu jiwa-jiwa bangsa yang nasionalis berdasarkan idiologi pancasila. Dalam upaya membangun hukum agraria nasional maka di masa pemerintahan soekarno di bangunlan UUPA yang berdasarkan hukum adat, dan kita sebagai generasi muda harus mampu mempertahankan hukum pertanahan nasional kita dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar, agar hak-hak atas tanah sebagai hak dasar selalu terlindungi.
II.III Hukum Pertanahan Nasional Dalam Melindungi dan Mengatur Hak-hak Atas Tanah
Untuk mencapai kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak-hak atas tanah sabagi hak dasar maka di perlukan proses Pendaftaran tanah. Ketentuan tentang kepastian hukum hak atas tanah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian sesuai dengan dinamika dalam perkembangannya, Peraturan Pemerintah tersebut disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Peraturan Pemerintah terbaru ini memang banyak dilakukan penyederhanaan persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Menurut Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Menurut Pasal 19 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, telah dijelaskan bahwa pendaftaran tanah adalah upaya yang diadakan pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum di bidang hak-hak atas tanah. Pendaftaran tanah akan menghasilkan kepastian bukti hak atas tanah yang merupakan alat yang mutlak ada, sebagai dasar status kepemilikan tanah.
Dalam melakukan perlindungan terhadap hak-hak atas tanah melalui penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan untuk meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui sinkronisasi peraturan perundangan pertanahan, penyelesaian konflik dan pengembangan budaya hukum.[8]
Tanah merupakan obyek yang paling mudah terkena sengketa, baik sengketa antar individu, sengketa individu dengan badan hukum, sengketa antar badan hukum, bahkan sengketa yang melibatkan pemerintah, sehingga pengaturan hukum terkait penguasaan/pemberian hak atas tanah harus dapat dimaksimalkan untuk menjamin perlindungan terhadap pemegang hak atas tanah.
Masalah pertanahan memerlukan perhatian dan penanganan yang khusus dari berbagai pihak, karena pembangunan yang terjadi sekarang meluas di berbagai bidang, sehingga harus ada jaminan kepastian hak-hak atas tanah. Untuk menghindari terjadinya perselisihan antara tiap-tiap manusia yang membutuhkan tanah tersebut, maka dibuat peraturan- peraturan tentang pertanahan yang berguna untuk mengatur segala aktifitas penggunaan tanah di Indonesia yaitu Peraturan Nomor 5 Tahun 1960 (Lembaran Negara 1960 Nomor 104) telah menentukan bahwa tanah- tanah di seluruh Indonesia wajib diinventarisasikan.
Pengaturan hak-hak atas tanah sepenuhnyadi atur di dalam Undang-undang Pokok Agraria dan melalui program pemerintah yang di uraikaan dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2005. Yaitu dengan melakukan penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan, berkelanjutan dan menunjang supremasi hukum. Pembentukan lembaga penyelesaian konflik agraria agar dapat menangani masalah konflik pertanahan. Selanjutnya, di perlukan pembangunan sistem pendaftaran tanah yang transpanran dan efisien , seertifikasi massal dan murah bagi masyrakat miskin, dan perlindungan tanah ulayat masyrakat adat tanpa deskriminisasi gender. Dan di perlukannya juga, berupa komunikasi, informasi,edukasi mengenai hak-hak masyarakat miskin mengenai tanah.
Di samping program yang di urarikan dalam penpres nomor 7 tahun 2005 di atas, dalam program pengelolaan atas tanah yang di kaitkan dengan tata ruang di nyatakan bahwa program penataan ruang tidak akan berjalan efektif tanpa di sertai program pengelolaan pertanahan. Program pengelolan pertanahan di tujukan untuk; ( 1.) Meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui penegakan hukum pertanahan adil dan transparan secara konnsisten; ( 2.) Memperkuat lembaga pertanahan di pusat dan daaerah dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; ( 3.) Mengembangkan sistem pengelolaan dan administrasi pertanahan yang transparan, terpadu, efektif, dan efisien dalam rangka menigkatkan keadilan kepemilikan tanah oleh masyrakat; (4.) Melakukan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfatan tanah secara berkelanjutan sesuai dengan RTRW dan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat.[9]
Itulah proses pengaturan hukum pertanahan untuk melindungi hak-hak atas tanah.
Catatan kaki:
[4][4] https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah di akses pada tanggal 26-12-2016 jam 0:27
[5] Bulletin LNMPDP Land Edisi 04, Agt - Okt 07, Hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional
Oleh: Boedi Harsono *) hlm. 4
[6] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 64.
[7]Dari redaksi, Bulletin LNMPDP Land Edisi 04, Agt - Okt 07
[8] Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 109.
[9] Ibid, hlm 109-110
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan dan Tujuan
Hak-hak atas tanah sebagai hak dasar dalam mempertahankan Hukum Pertanahan tujuannya adalah untuk mendapatkan perlindungan hukum dan kepastiian hukum kepada pemegang hak-hak atas tanah. Perlindungan dan kepastian hukum pemegang hak-hak atas tanah di dapatkan ketika melakukan kewajiban pendaftaran tanah di BPN. Selanjutnya pemegang hak-hak atas tanah haruslah mematuhi ketentuan peraturan hukum pertanahan nasional dengan baik yang di atur di dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Dasar-dasar Pokok-Pokok Agraria.
Di saat kita sebagai warga negara yang baik haruslah mengembangkan kesadaran hukum yang murni, dengan melakukan kewajiban kita dan mematuhi peraturan hukum pertanahan nasional dan pemerintah sebagai pelaksana peraturan harus menerapkannya secara murni dan konsekuen serta adil dan tidak memihak kepada suatu golongan maka hukum pertanahan dapat di pertahankan.
Saran
Saran yang dapat di berikan penulis yaitu kepada pemerintah harus lebih mengkonkritkan Konsep-konsep yang telah tertuang di dalam hukum pertanahan nasional yaitu Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berlandaskan hukum adat agar hak-hak atas tanah dapat terlindungi khususnya hak-hak masyarakat kecil dan masyarakat adat yang sering terabaikan dan tidak di jangkau. Pemerintah juga harus lebih banyak mensosialisasikan dan mengkampanyekan kesadaran terhadap hukum pertanahan supaya perturan Hukum Pertanahan kita lebih langgeng dan dapat di pertahankan. Selanjutnya penulis harapkan UUPA tidak perlu di revisi karena dapat merubah subtansi dan konsep dasar yang dapat mengacaukan sistem hukum itu sendiri, karena pasti ada pihak yang pikiranya ke kiri dan beda haluan terhadap idiologi pancasila yang dapat merusak bangsa dan memecah belah bangsa, tentu ini tidak di harapkan dan itulah penulis rasakan.
Selanjutnya penulis memberikan saran kepada masyarakat untuk lebih menumbuhkan kesadaran hukum terutama hukum pertanahan, dengan cara mematuhi peraturan, mengkonkritkan dan mengkristalisasikan konsep-konsep yang ada dan menjiwai Undang-undang pokok agraria. Dengan demikian maka kesejahteraan dan kemakmuran akan terwujud secara nyata dan ketahan pangan akan tercapai. Mungkin hanya itu saran yang dapat penulis berikan kepada bangsa dan negara melalui perjuangan yang bisa penulis berikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku :
Supriadi. 2015. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika
2. Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis, Jurnal, Surat kabar :
· Majalah: Dari redaksi, Bulletin LNMPDP Land, Hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional & Perspektif penguasaan tanah di indonesia & land Reform Plus di Indonesia & Pentingkah penyederhanaan hak atas tanah?, Edisi 04 Agt - Okt 07
· Tesis: INDRA ARDIANSYAH, AKIBAT HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM KAITANNYA DENGAN PENGATURAN TANAH TERLANTAR (Studi Pada Wilayah Cisarua Kabupaten Bogor), PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010
· Layyin Mahfiana, Konsepsi Kepemilikan dan Pemanfaatan Hak atas Tanah Harta Bersama antara Suami Istri, Buana Gender - Vol. 1, Nomor 1, Januari – Juni 2016, LP2M IAIN Surakarta
· Fani Martiawan Kumara Putra, PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH KARENA CACAT ADMINISTRATIF SERTAIMPLIKASINYA APABILA HAK ATAS TANAH SEDANG DIJAMINKAN, Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
· Majalah Requisitoire Kejakasaan, Kejaksaan menuju 2025, edisi 1 tahun 2009
· Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia : Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 1991
3. Internet :
https://iddotwikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah di akses pada tanggal 26-12-2016 jam 0:27