PERANG MELAWAN KORUPSI
Perang melawan korupsi sudah dicanangkan hampir sama usianya dengan umur Republik ini. Akan tetapi segenap upaya itu gagal menurunkan, apalagi menghentikan laju praktek korupsi. Genderang perang melawan korupsi dirumuskan dengan baik dalam legislasi. Tidak tanggung-tanggung, tindak pidana korupsi diberi predikat sebagai kejahatan luar biasa. Itu saja belum cukup, korupsi masih ditambah lagi sebagai kejahatan kemanusiaan. Rumusan yang indah itu tentu saja bermaksud agar koruptor dihukum secara luar biasa. Hukuman itu indah sebatas teks, tapi miskin penerapan. Undang-Undang Pemberantasan Korupsi mengancam orang yang korupsi memperkaya diri sendiri atau menjual jabatannya dengan hukuman penjara seumur hidup. Namun, dalam kenyataannya sepanjang sejarah pemberantasan korupsi baru tiga orang yang kini menghuni penjara dengan hukuman seumur, yaitu Adrian Waworuntu, Akil Mochtar, dan Brigjen Teddy Hernayadi. Di luar ketiga orang yang dihukum seumur hidup itu, rata-rata hukuman untuk koruptor sekitar tiga tahun. Mereka pun mendekam dalam penjara tidaklah selama itu karena ada obral fasilitas diskon hukuman alias remisi untuk koruptor. Fasilitas remisi tersebut memanjakan koruptor sehingga tidak ada efek jera.
Penguatan kelembagaan untuk mencegah dan memberantas korupsi juga sudah dilakukan. Komisi Pembetantasan Korupsi (KPK) diberi kewenanangan luar biasa untuk melawan korupsi, tapi faktanya tak pernah padam. Penguatan kelembagaan belum mampu mengentikan laju praktek korupsi. Bahwa sudah banyak pejabat negara yang dikirim ke bui benar adanya namun ibarat peribahasa patah tumbuh hilang berganti. Sampai saat ini setidaknya sudah 122 anggota DPR dan DPRD yang dihukum karena korupsi. Selain itu, ada 25 menteri atau kepala lembaga negara, 4 duta besar, dan 7 komisioner lembaga nonstruktural yang dipenjara karena korupsi. Korupsi juga menjerat 17 Gubernur, 51 Bupati/Walikota, 130 pejabat pemerintahan eslon I-III, dan 14 hakim.
Salah satu bukti koruptor patah tumbuh hilang berganti ialah penangkapan Wali Kota Cimahi (non aktif) Atty Suharti oleh KPK beberapa waktu yang lalu. ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek Pasar Atas Baru seniali Rp. 57 miliar. Menurut ketua KPK Agus Rahardjo, Atty dikendalikan suaminya , M Itoch Tochija, Walikota Cimahi 2002 - 2012