Ulasan Lengkap: Teori Pembuktian dan Alat-Alat Bukti


    Pembuktian

    Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, maka terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184, terdakwa dinyatakan “bersalah”.[1] 

     

    Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.  

     

    Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. 

     

    Ada beberapa teori pembuktian yang dikenal dalam sistem peradilan pidana;

    1. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim semata atau sering disebut (conviction intime). Pada teori ini, terbukti atau tidaknya kesalahan seorang terdakwa semata-mata ditentukan atas dasar keyakinan atau perasaan seorang hakim, tanpa perlu adanya alat bukti.[2]

    2.  Teori Pembuktian Menurut Undang-undang Secara Positif (positief wettelijk bewijs theorie). Dalam teori ini, perkara dapat diputuskan berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang, dan mengenyampingkan atau tidak mempertimbangkan keyakinan hakim.

    3. Teori Pembuktian conviction rasionnaee, pada teori ini sistem pembuktian didasarkan pada keyakinan hakim namun harus logis. Hakim dapat memutuskan suatu perkara berdasarkan keyakinan serta perasaannya tapi harus mempertimbangkan alasan-alasan yang logis.[3]

    4. Teori Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (negatief wettelijk bewijs theorie). Sistem pembuktian ini merupakan perpaduan antara dua sistem yaitu sistem positief wettelijk bewijs theorie dan sistem conviction rasionnae,  dalam sistem ini, putusan harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim.[4]

     

     

    Dalam KUHAP, teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif tergambar dengan jelas pada Pasal 183, yakni :

    ”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.



    Adapun alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut :

    •      Keterangan Saksi

    Dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP disebutkan bahwa Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

    Sebelum memberi keterangan, saksi harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu. Keterangan seorang saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa.


    •       Keterangan Ahli

    Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP disebutkan bahwa Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan


    •       Surat

    Surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang ialah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau surat yang dikuatkan dengan sumpah, antara lain Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat umum  yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya.[5]


    •       Petunjuk

    Yang dimaksud petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.[6] 

     

    Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa.

     

    e.  Keterangan Terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti  di sidang asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

     

    Catatan Kaki:


    [1] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hlm252

    [2] ibid. 256

    [3] Ibid, 257

    [4] Ibid, 258

    [5] Ibid, hlm.285

    [6] Pasal 188 ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP

    LihatTutupKomentar