PENGERTIAN DAN DASAR HUKUM VISUM ET REPERTUM DALAM KEDOKTERAN FORENSIK



    PENGERTIAN VISUM ET REPERTUM

    VISUM ET REPERTUM  adalah Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumah jabatan yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah khusus, sebagai dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkara perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa

    Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.

    Sebenarnya nama visum et repertum tidak ditemukan di dalam KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) maupun RIB (Reglemen Indonesia yang diperbarui), melainkan hanya ditemukan di dalam Staatsblad 350 tahun 1937.

    PASAL 1 STAATSBLAD No 350 TAHUN 1937 yaitu :

    Visa reperta dari dokter-dokter, yang dibuat atas sumah jabatan yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah khusus, sebagai dimaksud dalam pasal 2, mempunyai daya bukti dalam perkara perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa


    Dalam perkembangannya, nama visum et repertum ini demikian akrabnya dengan para dokter di Indonesia, sehingga pada pertemuan Lokakarya Visum et Repertum di Jakarta tahun 1986 maupun beberapa pertemuan lainnya disepakati bahwa keterangan ahli tertulis yang dibuat dokter untuk kepentingan peradilan tetap menggunakan nama visum et repertum.

    Di lain pihak, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa di dalam era
    KUHAP tidak dikenal lagi nama visum et repertum, sehingga nama visum et repertum sebaiknya tidak digunakan lagi. Untuk itu terlebih dahulu akan dibahas tentang keberlakuan nama visum et repertum dari segi yuridis dan batasannya.

    Ketentuan tentang bantuan dokter untuk kepentingan peradilan di dalam KUHAP tercantum dalam pasal 120, 133 dan 180.

    PASAL 120 KUHAP

    (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memilIki keahlian khusus.


    Pasal ini memberikan kewenangan yang bersifat umum bagi penyidik untuk meminta keterangan ahli sebagaimana yarg dimaksud pasal 1 butir 28 KUHAP. Sedangkan pasal 133 adalah kètentuan khusus yang memberi kewenangan kepada penyidik dalam hal menangani korban yang diduga akibat tindak pidana "kejahatan terhadap kesehatan dan nyawa manusia", untuk meminta keterangan ahli yang bersifat khusus
    kepada dokter atau "ahli yang khusus".

    PASAL 133 (1) KUHAP

    (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahi kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.


    PENJELASAN PASAL 133 KUHAP

    (2) Keterangan yang diberikan oleh ahi kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.


    Dengan mengingat adagium lex spesialis derogat lex generalis, maka pasal 133 adalah pasal yang tepat untuk menjadi dasar hukum bagi penyidik dalam meminta keterangan ahli demi kepentingan peradilan, khusus dari dokter forensik, dokter dan ahli lainnya, dalam menangani korban luka, keracunan ataupun mati.

    Namun oleh karena KUHAP tidak menyebut nama visum et repertum, maka peru dikaji apakah penggunaan nama visum et repertum di eraa KUHAP ini masih dapat dibenarkan.

    Pengertian keterangan ahli oleh KUHAP diatur di dalam pasal 1 butir 28, yang berbunyi:

    PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP

    Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.


    KUHAP tidak menjelaskan apakah untuk menjadi seorang ahli harus memperoleh pendidikan atau pelatihan tertentu, ataukah harus mempunyai ijasah keahlian dengan tingkat pendidikan tertentu.

    Ketentuan tentang pengertian keterangan ahli seperti pada pasal 1 butir 28 ini adalah ketentuan yang bersifat umum, sedangkan keterangan ahli yang dibuat cleh dokter zdalah keterangan yang diatur khusus seibagaimana telah dikemukakan di atas.

    Kekhususan ini tampak dari pengaturan permintaannya yang bersifat khusus (pasal 133 sebagai pengganti pasal 120 yang bersifat umum), kekhususan materi yang diminta keterangannya (manusia atau bagian dari manusia, hidup atau mati) dan kekhususan ahli pembuatnya (dokter).

    Kekhususan keterangan ahli sebagaimana disebutkan di atas dengan jelas dikemukakan di dalam Keputusan Menkeh No M.01.PW.07-03 tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam menjelaskan pasal 133 (2), yaitu:
    Mengenai keterangan ahli dalam pasal ini pengertiannya adalah khusus yaitu keterangan ahli untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat. Sedangkan untuk pengertian ahli lainnya tentunya dikembalikan pada pengertian umum sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 28.


    Di dalam pasal 133, selain dokter, disebutkan juga "ahli lainnya" sebagai pembuat keterangan ahli tentang luka, keracunan dan matinya seseorang. Apakah makna sebenarnya dari kata "ahli lainnya" tersebut?

    Pedoman Pelaksanaan KUHAP tidak secara tegas menjelaskan apakah seorang ahli yang bukan dokter dapat membuat keterangan ahli tentang pemenksaan luka, keracunan dan mayat. Namun demikian, semestinya
    dapatah dimengerti bahwa untuk membuat keterangan ahli tentang kesehatan, penyakit atau kematian seseorang.tentunya haruslah
    dilakukan oleh dokter, yaitu ahli yang paling tahu tentang kesehatan manusia. Atau berarti bahwa ahli lainnya tersebut seharusnya dibaca sebagai dokter ahli lainnya.

    Meskipun demikian dapat pula disebutkan bahwa ahli tertentu yang bukan dokter dapat berperan sebagai "ahli lainnya" sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 133 KUHAP. Dalam hal ini yang dimaksud adalah para ahli yang mendukung pemeriksaan yang dilakukan dokter, seperti misalnya ahli laboratorium toksikologi, ahli serologi, ahli DNA-profiling, ahli balistik, ahli daktilografi dan lain-lainnya. Jadi ahli lain ini dapat membuat keterangan ahli dalam rangka menjelaskan "hal-hal tertentu" sesuai dengan keahliannya dari suatu luka atau keracunan ataupun kematian seseorang.

    Selanjutnya mengenai penjelasan pasal 133 yang membedakan pengertian keterangan ahli yang dibuat oleh ahli kedokteran kehakiman dengan yang dibuat oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman, Pedoman Pelaksanaan KUHAP juga menjelaskan maksudnya:

    Hal ini tidak menjadi masalah walaupun keterangan dari dokter bukan ahli kedokteran kehakiman itu bukan sebagai keterangan ahli, tetapi keterangan itu sendiri dapat merupakan petunjuk dan petunjuk itu adalah alat bukti yang sah, walaupun nilainya agak rendah, tetapi diserahkan saja pada Hakim yang menilainya dalam sidang.




    LihatTutupKomentar