Berapa sisa jumblah tanah Negara Indonesia yang belum dimiliki dengan luas tanah yang ada di Indonesia ? -Tanah yang di kuasai oleh perusahaan ?
JAWABAN
Menurut data yang saya peroleh dan saya kumpulkan yang bersumber dari data Sekunder yaitu bahan kepustakaan. Pada dasarnya bahan kepustakaan merupakan suatu alat pengumpulan data tertulis yang bersifat teoritis, bersumber dari buku literatur dan karya ilmiah, majalah, buletin, brosur, maupun media massa atau koran. Di katakan bahan pustaka,karena materi muatan yang tertulis dalam buku litertur dan karya ilmiah yang merupakan hasil karya para ilmuan.
Dari uraian diatas kita dapat mengetahui asal sumber data yang di peroleh untuk menjawap pertanyaan. Baiklah kita lanjutkan pembahasannya.
Menurut hemat saya mengenai jumblah tanah negara indonesia yang belum dimiliki sebenarnya sangat sulit menentukannya karena selama penulis menelusuri dan mencari data tersebut belum dapat menemukannya. Tetapi penulis akan terus berusaha untuk mendapatkannya.
Kalau Luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km² yang menempatkan Indonesia sebagai negara ke 15 terluas di dunia. Benar-benar mengagumkan. Indonesia juga sering disebut sebagai Nusantara. hal ini tidak dari keberadaan pulau-pulau yang berjumlah tidak kurang dari 17.508 pulau di wilayah Indonesia.
Menurut Kepala BPN Hendarman Supandji mengatakan, luas tanah daratan di Indonesia mencapai 180 juta hektar. Dari total luas daratan tersebut, seluas 41,3 juta hektar belum ada sertifikat tanahnya. Jadi luas tanah yang belum di miliki seluas 41,3 juta hektar karena belum di daftarkan sehingga belum mempunyai sertifikat tanah berdasarkan keterangan data dari BPN tersebut..
"Luas daratan Indonesia adalah 180 juta hektar yang terdiri 130 juta hektar kawasan hutan dan 50 juta hektar non hutan. Daratan non hutan terdiri dari 85,8 juta hektar dan 44,5 juta hektar telah ada sertifikat sisanya 41,3 juta hektar belum bersertifikat," kata Hendarman di acara penandatanganan nota kesepahaman antara BPN dan 3 BUMN di kantor BPN, Jakarta, Jumat (21/3/2013).
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengaku saat ini kemampuan membuat sertifikat tanah per tahun hanya 2 juta hektar. Untuk 41 juta hektar tanah yang belum disertifikasi di Indonesia, butuh 21 tahun lebih untuk merampungkannya.
Untuk ke depan pihak BPN harus bekerja lebih optimal agar bisa meningkatkan pelayanan dan sertifikasi tanah 5 juta hektar per tahun.
"Saat ini kemampuan BPN dalam persertifikatan tanah adalah 2 juta hektar per tahun sehingga untuk pensertifikatan dibutuhkan waktu 21 tahun, ke depan akan ditingkatkan kinerja BPN akan melakukan kegiatan sekeras kerasnya, satu tahun 5 juta hektar agar sertifikat tanah hanya butuh waktu 8 tahun,"
Tanah yang di kuasai oleh perusahaan
Mengenai tanah yang dikuasai oleh perusahan, telah menjadi problem di Indonesia bahkan isu ini menjadi masif terhadap tatanan agraria nasional. Problem ini telah menimbulkan banyak konflik antara masayarakat dengan perusahan baik dengan kekerasan seperti kerusuhan, maupun menempuh jalur litigasi atau peradilan hukum seperti melakukan gugatan perdata dan pidana. Disini yang menang biasanya adalah pihak perusahan sebagai pihak yang kuat sebagai kaum pemodal,sedangkan hak-hak masyarakat kecil di rampas dan di abaikan, untuk itu di perlukan peran negara melalui pemerintah untuk lebih memperhatikan hak-hak masyarakat kecil.
Tanah yang dikuasai dalam bentuk hak penguasaan atas tanah oleh asing dan perusahaan saat ini seluas 178 juta hektar. Seluas 140 juta hektar merupakan wilayah daratan atau sekitar 72 persen dari luas daratan Indonesia. Seluruh tanah tersebut dikuasai oleh perusahaan besar asing dan taipan dalam berbagai bentuk hak penguasaan tanah.
Contohnya itu, Sebuah perusahaan swasta milik taipan bisa menguasai lahan seluas 2,5 juta hektar menurut versi beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan 1,5 juta hektar versi panglima TNI sebagaimana di sebut di majalah Forum Keadilan. Selain itu ada puluhan taipan besar di tanah air dengan skala penguasaan tanah yang sangat luas.
“Sementara lebih dari separuh rakyat Indonesia yang masih hidup dan bekerja di sektor pertanian hanya menguasai lahan sekitar 13 juta hektar yang terbagi dalam 26 juta rumah tangga petani dengan luas masing masing 0,5 hektar. Dengan demikian setiap petani hanya menguasai lahan rata rata 0,17 juta hektar per petani. Itulah mengapa tidak ada kegiatan usaha tani yang dapat meraih keuntungan dengan luas lahan yang sangat minim tersebut,” .
Pemerintah juga telah mengalokasikan tanah dalam bentuk kontrak kerjasama migas (KKS) seluas 95 juta hektar sebagian besar di darat yakni sebanyak 60 persen dari total KKS atau sekitar 57 juta hektar. Kontrak tambang mineral dan batubara seluas 40 juta hektar. “Selanjutnya hak penguasaan tanah yang diberikan dalam bentuk ijin perkebunan sawit 13 juta hektar, ijin kehutanan dalam bentuk HPH, HTI dan HTR seluas 30 juta hektar,”
Penguasaan tanah dalam skala besar dan luas oleh asing dan taipan ini telah menimbulkan keresahan masyarakat, mengingat berdasarkan UU yang berlaku yakni UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa jangka waktu penguasaan tanah oleh swasta bisa selama 95 tahun.
Dalam Perpu pasal 1 ayat 1 no. 56 th 1960 di tegaskan bahwa :
Pasal 1
(1) Seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain atau- dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektar, baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah kering.
Di kesempatan yang sama, BPN juga melakukan penandatanganan kesepahaman dengan 3 BUMN, yaitu Perum Perhutani, Perum Perumnas, dan PT Kereta Api Indonesia.
"Kesepakatan bersama yang dilakukan oleh BPN merupakan kebijakan yang dibuat oleh BPN untuk membantu instansi-instansi tersebut dalam melaksanakan sertifikasi tanah, memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki, menangani permasalahan yang dihadapi," ujar Hendarman.
Dalam proses sertifikasi, Hendarman berpesan bahwa BUMN tidak bisa semena-mena menggusur masyarakat yang selama ini menghuni tanah-tanah BUMN. Selama ini banyak tanah BUMN yang diklaim atau diduduki oleh oknum masyarakat.
"Kenapa masyarakat bisa masuk ke dalam wilayah itu, jagalah itu kalau masyarakat masuk BPN tidak bisa mengusir kecuali bapak (BUMN) memberikan uang kerohiman, masyarakat yang ada disitu tidak bisa diusir dengan apapun bahkan dengan polisi sekalipun," pungkasnya.
Tetapi tanah-tanah yang dikuasai dengan hak guna-usaha atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas (misalnya hak pakai) yang didapat dari Pemerintah tidak terkena ketentuan maksimum tersebut. Letak tanah-tanah itu tidak perlu mesti disatu tempat yang sama, tetapi dapat pula dibeberapa daerah, misalnya di dua atau tiga Daerah tingkat II yang berlainan.
Menurut dari Data tanah zaman pemerintahan SBY Budiono.Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing(Sumber : Salamuddin Daeng(SD), Insititut Global Justice (IGJ)
Apakah perlu ada pembatalan/tidak terhadap pemilik tanah yang menguasai tanah pertanian maksimum
Pasal 1 ayat (1) Prp 56 tahun 1960
JAWABAN
1.Menurut data yang saya peroleh dan saya kumpulkan yang bersumber dari data Sekunder yaitu bahan kepustakaan. Pada dasarnya bahan kepustakaan merupakan suatu alat pengumpulan data tertulis yang bersifat teoritis, bersumber dari buku literatur dan karya ilmiah, majalah, buletin, brosur, maupun media massa atau koran. Di katakan bahan pustaka,karena materi muatan yang tertulis dalam buku litertur dan karya ilmiah yang merupakan hasil karya para ilmuan.
Dari uraian diatas kita dapat mengetahui asal sumber data yang di peroleh untuk menjawap pertanyaan. Baiklah kita lanjutkan pembahasannya.
Menurut hemat saya mengenai jumblah tanah negara indonesia yang belum dimiliki sebenarnya sangat sulit menentukannya karena selama penulis menelusuri dan mencari data tersebut belum dapat menemukannya. Tetapi penulis akan terus berusaha untuk mendapatkannya.
Kalau Luas daratan Indonesia adalah 1.919.440 km² yang menempatkan Indonesia sebagai negara ke 15 terluas di dunia. Benar-benar mengagumkan. Indonesia juga sering disebut sebagai Nusantara. hal ini tidak dari keberadaan pulau-pulau yang berjumlah tidak kurang dari 17.508 pulau di wilayah Indonesia.
Menurut Kepala BPN Hendarman Supandji mengatakan, luas tanah daratan di Indonesia mencapai 180 juta hektar. Dari total luas daratan tersebut, seluas 41,3 juta hektar belum ada sertifikat tanahnya. Jadi luas tanah yang belum di miliki seluas 41,3 juta hektar karena belum di daftarkan sehingga belum mempunyai sertifikat tanah berdasarkan keterangan data dari BPN tersebut..
"Luas daratan Indonesia adalah 180 juta hektar yang terdiri 130 juta hektar kawasan hutan dan 50 juta hektar non hutan. Daratan non hutan terdiri dari 85,8 juta hektar dan 44,5 juta hektar telah ada sertifikat sisanya 41,3 juta hektar belum bersertifikat," kata Hendarman di acara penandatanganan nota kesepahaman antara BPN dan 3 BUMN di kantor BPN, Jakarta, Jumat (21/3/2013).
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengaku saat ini kemampuan membuat sertifikat tanah per tahun hanya 2 juta hektar. Untuk 41 juta hektar tanah yang belum disertifikasi di Indonesia, butuh 21 tahun lebih untuk merampungkannya.
Untuk ke depan pihak BPN harus bekerja lebih optimal agar bisa meningkatkan pelayanan dan sertifikasi tanah 5 juta hektar per tahun.
"Saat ini kemampuan BPN dalam persertifikatan tanah adalah 2 juta hektar per tahun sehingga untuk pensertifikatan dibutuhkan waktu 21 tahun, ke depan akan ditingkatkan kinerja BPN akan melakukan kegiatan sekeras kerasnya, satu tahun 5 juta hektar agar sertifikat tanah hanya butuh waktu 8 tahun,"
Tanah yang di kuasai oleh perusahaan
Mengenai tanah yang dikuasai oleh perusahan, telah menjadi problem di Indonesia bahkan isu ini menjadi masif terhadap tatanan agraria nasional. Problem ini telah menimbulkan banyak konflik antara masayarakat dengan perusahan baik dengan kekerasan seperti kerusuhan, maupun menempuh jalur litigasi atau peradilan hukum seperti melakukan gugatan perdata dan pidana. Disini yang menang biasanya adalah pihak perusahan sebagai pihak yang kuat sebagai kaum pemodal,sedangkan hak-hak masyarakat kecil di rampas dan di abaikan, untuk itu di perlukan peran negara melalui pemerintah untuk lebih memperhatikan hak-hak masyarakat kecil.
Tanah yang dikuasai dalam bentuk hak penguasaan atas tanah oleh asing dan perusahaan saat ini seluas 178 juta hektar. Seluas 140 juta hektar merupakan wilayah daratan atau sekitar 72 persen dari luas daratan Indonesia. Seluruh tanah tersebut dikuasai oleh perusahaan besar asing dan taipan dalam berbagai bentuk hak penguasaan tanah.
Contohnya itu, Sebuah perusahaan swasta milik taipan bisa menguasai lahan seluas 2,5 juta hektar menurut versi beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan 1,5 juta hektar versi panglima TNI sebagaimana di sebut di majalah Forum Keadilan. Selain itu ada puluhan taipan besar di tanah air dengan skala penguasaan tanah yang sangat luas.
“Sementara lebih dari separuh rakyat Indonesia yang masih hidup dan bekerja di sektor pertanian hanya menguasai lahan sekitar 13 juta hektar yang terbagi dalam 26 juta rumah tangga petani dengan luas masing masing 0,5 hektar. Dengan demikian setiap petani hanya menguasai lahan rata rata 0,17 juta hektar per petani. Itulah mengapa tidak ada kegiatan usaha tani yang dapat meraih keuntungan dengan luas lahan yang sangat minim tersebut,” .
Pemerintah juga telah mengalokasikan tanah dalam bentuk kontrak kerjasama migas (KKS) seluas 95 juta hektar sebagian besar di darat yakni sebanyak 60 persen dari total KKS atau sekitar 57 juta hektar. Kontrak tambang mineral dan batubara seluas 40 juta hektar. “Selanjutnya hak penguasaan tanah yang diberikan dalam bentuk ijin perkebunan sawit 13 juta hektar, ijin kehutanan dalam bentuk HPH, HTI dan HTR seluas 30 juta hektar,”
Penguasaan tanah dalam skala besar dan luas oleh asing dan taipan ini telah menimbulkan keresahan masyarakat, mengingat berdasarkan UU yang berlaku yakni UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menyebutkan bahwa jangka waktu penguasaan tanah oleh swasta bisa selama 95 tahun.
Dalam Perpu pasal 1 ayat 1 no. 56 th 1960 di tegaskan bahwa :
Pasal 1
(1)Seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik milik sendiri atau kepunyaan orang lain atau- dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektar, baik sawah, tanah kering maupun sawah dan tanah kering.
Di kesempatan yang sama, BPN juga melakukan penandatanganan kesepahaman dengan 3 BUMN, yaitu Perum Perhutani, Perum Perumnas, dan PT Kereta Api Indonesia.
"Kesepakatan bersama yang dilakukan oleh BPN merupakan kebijakan yang dibuat oleh BPN untuk membantu instansi-instansi tersebut dalam melaksanakan sertifikasi tanah, memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki, menangani permasalahan yang dihadapi," ujar Hendarman.
Dalam proses sertifikasi, Hendarman berpesan bahwa BUMN tidak bisa semena-mena menggusur masyarakat yang selama ini menghuni tanah-tanah BUMN. Selama ini banyak tanah BUMN yang diklaim atau diduduki oleh oknum masyarakat.
"Kenapa masyarakat bisa masuk ke dalam wilayah itu, jagalah itu kalau masyarakat masuk BPN tidak bisa mengusir kecuali bapak (BUMN) memberikan uang kerohiman, masyarakat yang ada disitu tidak bisa diusir dengan apapun bahkan dengan polisi sekalipun," pungkasnya.
Tetapi tanah-tanah yang dikuasai dengan hak guna-usaha atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas (misalnya hak pakai) yang didapat dari Pemerintah tidak terkena ketentuan maksimum tersebut. Letak tanah-tanah itu tidak perlu mesti disatu tempat yang sama, tetapi dapat pula dibeberapa daerah, misalnya di dua atau tiga Daerah tingkat II yang berlainan.
Menurut dari Data tanah zaman pemerintahan SBY Budiono.Di masa Raffles (1811) pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun; di masa Hindia Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun; dan di masa Susilo Bambang Yudhoyono (UU 25/2007) pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK Migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesia) milik pemodal swasta/asing(Sumber : Salamuddin Daeng(SD), Insititut Global Justice (IGJ)
2.Kalau menurut saya perlu ada pembatalan terhadap pemilik tanah yang yang menguasai tanah pertanian maksimum. Dalam hal ini pembatalan atau batal demi hukum berarti hak atas tanah itu di anggap tidak pernah ada.
Mengapa perlu di batalkan terhadap pemilik tanah yang menguasai tanah pertanian secara maksimun karena telah melanggar ketentuan peraturan UNDANG-UNDANG NO. 56 PRP TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN yang di mana telah ditetapkan jumblah luas maximum dan minimum terhadap penguasaan tanah pertanian. Mengenai batas maximun dan minimum ini selanjutnya di tegaskan dalam pasal 1 dan 2 UNDANG-UNDANG NO. 56 PRP TAHUN 1960 yaitu:
Pasal 1
(1)Seorang atau orang-orang yang dalam penghidupannya merupakan satu keluarga bersama-sama hanya diperbolehkan menguasai tanah pertanian, baik miliknya sendiri atau kepunyaan orang lain ataupun miliknya sendiri bersama kepunyaan orang lain, yang jumlah luasnya tidak melebihi batas maksimum sebagai yang ditetapkan dalam ayat 2 pasal mi.
(2)Dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas daerah dan faktor-faktor lainnya, maka luas maksimum yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini ditetapkan sebagai berikut:
Jika tanah-pertanian yang dikuasai itu merupakan sawah dan tanah kering, maka untuk menghitung luas maksimum tersebut, luas sawah dijumlah dengan luas tanahkering dengan menilai tanah-kering sama dengan sawah ditambah 30% di daerahdaerah yang tidak padat dan 20% di daerah-daerah yang padat dengan ketentuan, bahwa tanah-pertanian yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 hektar.
(3)Atas dasar ketentuan dalam ayat 2 pasal ini maka penetapan luas maksimum untuk tiap-tiap daerah dilakukan menurut perhitungan sebagai yang tercantum dalam daftar yang dilampirkan pada Peraturan ini.
(4)Luas maksimum tersebut pada ayat 2 pasal ini tidak berlaku terhadap tanahpertanian:
a.yang dikuasai dengan hak guna-usaha atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas yang didapat dari Pemerintah;
b.yang dikuasai oleh badan-badan hukum.
Selanjutnya jika menilik Peran PPAT dalam pembuatan akta pemindahan/peralihan hak atas tanah kaitannya dalam pembatasan maksimum kepemilikan tanah adalah pada setiap pembuatan akta pemindahan/peralihan hak atas tanah dihadapan PPAT para pihak khususnya pembeli harus menyertakan pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 yang berbunyi : Pasal 99 ayat (1) Sebelum dibuat akta mengenai pemindahan hak atas tanah, calon penerima hak harus membuat pernyataan yang menyatakan : a. bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
a)bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b)bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform; d. bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b tidak benar
Dengan demikian PPAT bersikap pasif dalam pelaksanaan pembuatan akta-akta pemindahan hak atas tanah, berdasarkan wawancara dengan Bapak Kemas Abdullah, SH, selaku Notaris dan PPAT Kota Palembang, sebagai sumber, beliau mengatakan PPAT menjalankan jabatannya dalam pembuatan akta-akta pemindahan hak hanya berlandaskan keterangan formal yang disampaikan oleh para pihak sehingga tentang kebenaran yang disampaikan adalah tanggung jawab pihak itu sendiri selain itu terbatasnya informasi yang dapat diperoleh PPAT pada Kantor Pertanahan berkaitan dengan data-data tanah yang telah dimiliki oleh calon pembeli menjadi kendala penghambat dalam pembatasan maksimum kepemilikan tanah dikarenaken adminstrasi di kantor pertanahan itu sendiri belum terintergrasi secara online sehingga hal inilah yang mendasari PPAT hanya berlandaskan Surat Pernyataan yang disertakan oleh calon pembeli dalam pembuatan akta-akta pemindahan hak.
Berhubung dengan akibat hukum terhadap akta pemindahan hak yang telah dibuat dihadapan PPAT menurut Bapak Kemas Abdullah, SH, selama ini belum pernah terjadi pembatalan atau penolakan pendaftaran akta peralihan hak pada Kantor Pertanahan Kota Palembang yang berkaitan dengan telah dimilikinya tanah yang berlebihan oleh calon penerima hak namun demikian apabila hal tersebut terjadi maka akta pemindahan hak itu berlaku sebagai dasar dan/atau Wawancara dengan Bapak Kemas Abdullah SH. selaku Notaris dan PPAT Kota Palembang, Palembang, tanggal 10 Februari 2015, pukul 15.00 WIB
Konsep Hukum Dan Pengaturan Yang Ideal Mengenai Pembatasan Maksimum Penguasaan Dan Pemilikan Tanah Non Pertanian Di Masa Yang Akan Datang.
Dibutuhkan sebuah undang-undang yang dapat menampung kepentingan hukum yang tentu saja tetap bejalan sesuai dengan filosofi, landasan dan tujuan awal dibentuknya sebuah undang-undang itu sendiri, berlandaskan Pancasila sila ke Lima yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, maka tujuan atau sasaran dari pembatasan kepemilikan tanah yang melebihi batas maksimum adalah untuk mewujudkan kesejahteraan yang adil dan makmur bagi masyarakat Indonesia.
Selain itu, untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan dalam pembatasan maksimum kepemilikan tanah maka perlu diciptakan suatu sistem informasi yang terpusat dan terintergrasi dengan Kantor Pertanahan pada setiap daerah dengan memanfaatkan program E-KTP yang sudah diberlakukan saat ini, sehingga didapati informasi yang cepat dan akurat mengenai bidang-bidang tanah yang telah dimiliki oleh pemohon
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam rancangan peraturan tentang Pembatasan Maksimum Kepemilikan Tanah ke depan yang harus dibentuk menurut penulis adalah sebagai berikut:
Dasar Hukum
- Pancasila, Sila ke Lima ;
- Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 ayat 3;
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, khususnya Pasal 7 dan Pasal 17;
- Undang-undang No. 56 tahun 1960 (Prp) Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian