KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis Panjatkan kepada Tuhan yang maha kuasa karena atas karunianya yang tiada taranya telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan MAKALAH yang berjudul “Makamah Agung” yang merupakan salah satu tugas Hukum Kelembagaan Negara yang di berikan oleh dosen.
Makalah ini di susun semaksimal mungkin oleh penulis dengan harapan, dapat memberikan banyak manfaat bagi penulis yang mendapatkan tugas Hukum Kelembagaan negara yang di tuangkan dalam makalah ini. Semoga berguna juga dalam proses pembelajaran dan menambah pengetahuan Mahasiswa Fakultas Hukum Tentang Kelembagaan Negara.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pepatah menyatakan “Tak ada gading yang tak retak” dan penulis juga dalam tahap berproses sehingga harap di maklumi, namun demikian telah memberikan manfaat bagi Penulis untuk berkembang. Akhir kata Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat menbangun sangat di butuhkan penulis sebagai bahan koreksi diri, karena tidak ada manusia yang luput dari kesalahan.
Palu, 22 April 2017
Penulis
Daftar Isi
Latar Belakang
Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah salah satu lembaga negara kekuasaan kehakiman di Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang Ketua Mahkamah Agung. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden. Ketuanya pada saat ini adalah Bagir Manan.
Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung (paling banyak 60 orang). Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang diperlukan karena bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas dasar undang-undang dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD 1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam system ketenegaraan, yaitu antara lain dengan adanya system prinsip “Pemisahan kekuasaan dan cheeks and balance” sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Maka dari itu MA di bentuk agar (the supreme law of the land) benar-benar dijalankan atau ditegakan dalam penyelenggaran kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip negara Hukum modern, dimana Hukumlah yang menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
- Apa Pengertian Mahkamah Agung?
- Bagaimana sejarah Makamah Agung ?
- Bagaimana Kedudukan Mahkamah Agung?
- Jelaskan Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung?
- Jelaskan Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat berbagai tujuan di buatnya makalah ini antara lain :
- Mengetahui Pengertian Mahkamah Agung.
- Mengetahui sejarah Makamah Agung
- Mengetahui Kedudukan Mahkamah Agung.
- Mengetahui Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung.
- Mengetahui Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung.
Pengertian Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (MA) adalah merupakan pengadilan negara tertinggi disamping Mahkamah Konstitusi, dan berkedudukan di Ibu Kota negara atau ditempat lain yang ditentukan Presiden. Daerah hukum MA meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia.
Menurut Wikipedia Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Saat ini lembaga Mahkamah Agung berdasarkan pada UU. No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman UU ini juga telah mencabut dan membatalkan berlakunya UU No. 4 tahun 2004. Undang-undang ini di susun karena UU No.4 Tahun 2004 secara substansi dinilai kurang mengakomodir masalah kekuasaan kehakiman yang cakupannya cukup luas, selain itu juga karena adanya judicial review ke Mahkamah Konstitusi atas pasal 34 UU No.4 Tahun 2004, karena setelah pasal dalam undang-undang yang di-review tersebut diputus bertentangan dengan UUD, maka saat itu juga pasal dalam undang-undang tersebut tidak berlaku, sehingga untuk mengisi kekosongan aturan/hukum, maka perlu segera melakukan perubahan pada undang-undang dimaksud.
Sejarah Mahkamah Agung
Masa penjajahan Belanda atas bumi pertiwi Indonesia, selain mempengaruhi roda pemerintahan juga sangat besar pengaruhnya terhadap Peradilan di Indonesia. Dari masa dijajah oleh Belanda (Mr. Herman Willem Daendels – Tahun 1807), kemudian oleh Inggris (Mr. Thomas Stanford Raffles – Tahun 1811 Letnan Jenderal) dan masa kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1842).
Pada masa penjajahan Belanda Hoogerechtshoof merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan wilayah Hukum meliputi seluruh Indonesia. Hoogerechtshoof beranggotakan seorang Ketua, 2 orang anggota, seorang pokrol Jenderal, 2 orang Advokat Jenderal dan seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih. Jika perlu Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hoogerechtshoof dengan seorang Wakil dan seorang atau lebih anggota.
Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945, Presiden Soekarno melantik/mengangkat Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Hari pengangkatan itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung, melalui Surat Keputusan KMA/043/SK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tanggal 19 Agustus 1945 juga merupakan tanggal disahkannya UUD 1945 beserta pembentukan dan pengangkatan Kabinet Presidentil Pertama di Indonesia. Mahkamah Agung terus mengalami dinamika sesuai dinamika ketatanegaraan. Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia. Pada saat itu terdapat dua Lembaga Peradilan Tertinggi di Indonesia yaitu :
Hoogerechtshof di Jakarta dengan :
- Ketua : Dr. Mr. Wirjers
- Anggota Indonesia : Mr. Notosubagio,Koesnoen
- Anggota belanda :
- Mr. Peter,
- Mr. Bruins
- Procureur General : Mr. Urip Kartodirdjo
Mahkamah Agung Republik Indonesia di Yogyakarta dengan :
- Ketua : Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja
- Wakil : Mr. R. Satochid Kartanegara
- Anggota :
- Mr. Husen Tirtaamidjaja,
- Mr. Wirjono Prodjodikoro,
- Sutan Kali Malikul Adil
- Panitera : Mr. Soebekti
- Kepala TU : Ranuatmadja
Kemudian terjadi kapitulasi Jepang, yang merupakan Badan Tertinggi disebut Saikoo Hooin yang kemudian dihapus dengan Osamu Seirei (Undang-Undang No. 2 Tahun 1944). Pada tanggal 1 Januari 1950 Mahkamah Agung kembali ke Jakarta dan mengambil alih (mengoper) gedung dan personil serta pekerjaan Hoogerechtschof. Dengan demikian maka para anggota Hoogerechtschof dan Procureur General meletakkan jabatan masing-masing dan pekerjaannya diteruskan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat (MA-RIS) dengan susunan :
- Ketua : Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja
- Wakil : Mr. Satochid Kartanegara
- Anggota :
- Mr. Husen Tirtaamidjaja,
- Mr. Wirjono Prodjodikoro,
- Sutan Kali Malikul Adil
- Panitera : Mr. Soebekti
- Jaksa Agung : Mr. Tirtawinata
Dapat dikatakan sejak diangkatnya Mr. Dr. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung, secara operasional pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di bidang Pengadilan Negara Tertinggi adalah sejak disahkannya Kekuasaan dan Hukum Acara Mahkamah Agung yang ditetapkan tanggal 9 Mei 1950 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dalam kurun waktu tersebut Mahkamah Agung telah dua kali melantik dan mengambil sumpah Presiden Soekarno, yaitu tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia dan tanggal 27 Desember 1945 sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS).
Waktu terus berjalan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 sudah harus diganti, maka pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi putusanputusan yang berasal dari Pengadilan di bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang meliputi 4 (empat) Lingkungan Peradilan:
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
Sejak Tahun 1970 tersebut kedudukan Mahkamah Agung mulai kuat dan terlebih dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka kedudukan Mahkamah Agung sudah mulai mapan, dalam menjalankan tugastugasnya yang mempunyai 5 fungsi, yaitu[3 :
- Fungsi Peradilan
- Fungsi Pengawasan
- Fungsi Pengaturan
- Fungsi Memberi Nasihat
- Fungsi Administrasi
Gedung Mahkamah Agung pada tahun 1980 (sekarang menjadi milik Kementerian Keuangan)
Situasi semakin berkembang dan kebutuhan baik teknis maupun nonteknis semakin meningkat, Mahkamah Agung harus bisa mengatur organisasi, administrasi dan keuangan sendiri tidak bergabung dengan Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM). Waktu terus berjalan, gagasan agar badan Kehakiman sepenuhnya ditempatkan di bawah pengorganisasian Mahkamah Agung terpisah dari Kementerian Kehakiman.
Pada Mei 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal dikenal dengan lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat diterima yang ditandai dengan lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang menentukan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari Kekuasaan Eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang tersebut memberi batas waktu lima tahun untuk pengalihannya sebagaimana tertuang dalam Pasal II ayat (1) yang berbunyi :
“Pengalihan Organisasi, administrasi dan Finansial dilaksanakan secara bertahap paling lama 5 Tahun sejak Undang-Undang ini berlaku ”
Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian konsep Satu Atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Kedudukan Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung merupakan pengadilan tinggi negara sebagaimana yang tercantum dalam Ketetapam Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 dan merupakan Lembaga Peradilan tertinggi dari semua lembaga peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Mahkamah Agung membawai 4 badan peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Sejak Amandemen Ke-3 UUD 1945 kedudukan Mahkamah Agung tidak lagi menjadi satu-satunya puncak kekuasaan kehakiman, dengan berdirinya Mahkamah Konstitusi pada tahun 2003 puncak kekuasaan kehakiman menjadi 2, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, namun tidak seperti Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi tidak membawahi suatu badan peradilan. MA adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagai Lembaga Tinggi Negara yang merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan, dimana dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Mahkamah Agung berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. (UU. No.14 Tahun 1985 pasal 1,2,3)
Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung
Wewenang Makamah Agung menurut (UU No. 14 tahun 1985 pasal 28, 32 ; UU No. 4 tahun 2004 pasal 11; dan UU No. 5 tahun 2004 pasal 31) yaitu:
- Memeriksa dan memutus permohonan kasasi;
- Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili;
- Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan.
- Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan tingkat terakhir di lingkungan peradilan yang berada dibawah MA
- Menguji peraturan perundang-undangan
- Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah UU
- Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan
- Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan.
Fungsi Mahkamah Agung menurut (Tap MPR RI No. III/MPR/1978 dan UU No. 5 tahun 2004) , yaitu:
Fungsi Peradilan
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/ menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Fungsi Pengawasan
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan dengan adil. Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang undang Mahkamah Agung Nomor14 Tahun 1985). Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Fungsi mengatur
Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Fungsi Nasehat
Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.
Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunganperadilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undangundang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Fungsi Administratif
Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung
Pengangkatan Hakim Agung
Mekanisme rekruitmen Hakim Agung berbeda dari hakim biasa. Calon hakim agung diseleksi oleh Komisi Yudisial dan diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana mestinya. Menurut ketentuan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, “Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden”. Artinya, Komisi Yudisial bertindak sebagai pengusul, sedangkan DPR sebagai pemberi persetujuan atau penolakan, dan selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Dari ketentuan tersebut jelas bahwa Dewan Perwakilan Rakyat tidak ditentukan harus mengadakan ‘fit and proper test’ dan pemilihan hakim agung sebanyak sepertiga dari jumlah yang dicalonkan oleh Komisi Yudusial.
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 hanya menyatakan bahwa calon Hakim Agung diajukan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya ditetapkan menjadi Hakim Agung dengan Keputusan Presiden. Hak untuk menyetujui atau menolak inilah yang disebut sebagai hak konfirmasi (the right to confirm) yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pengangkatan dan pemberhentian pejabat publik yang dipandang tidak boleh dibiarkan ditentukan sendiri secara sepihak oleh Presiden. Karena itu, fungsi pengawasan oleh DPR itu dilakukan tidak saja menyangkut pelaksanaan kebijakan klegislatif berupa (i) tindakan implementasi UU dan (ii) penjabaran pengaturan UU dalam peraturan pelaksanaan yang lebih operasional, tetapi juga (iii) dalam bentuk penngawasan terhadap pengangkatan dan pemberhentian pejabat publik tertentu yang tidak boleh dibiarkan ditentukan sendiri secara sewenang-wenang oleh Presiden.
Dengan demikian, calon yang diajukan oleh Komisi Yudisial cukup sebanyak yang diperlukan, yang apabila tidak mendapat persetujuan, barulah diajukan lagi alternatif calon penggantinya. Artinya, mekanisme yang ditempuh untuk pengusulan ini sama dengan yang berlaku terhadap calon Kepala POLRI dan calon Panglima TNI yang diajukan oleh Presiden untuk mendapatkan persetujuan atau penolakan dari DPR. Setelah DPR menyatakan persetujuannya, baru lah calon Hakim Agung itu diajukan oleh Komisi Yudisial untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan dilantik di Istana dengan disaksikan oleh Presiden. Dengan demikian, pengangkatan Hakim Agung melibatkan semua fungsi kekuasaan yang terpisah, yaitu Komisi Yudisial sebagai lembaga administratif, DPR sebagai cabang kekuasaan legislative, dan Presiden sebagai cabang kekuasaan eksekutif.
Selain itu, adanya keterlibatan DPR dalam proses pengangkatan Hakim Agung tersebut juga berkaitan dengan kepentingan untuk menjamin adanya akuntabilitas (public accountability) dalam pengangkatan, dan juga dalam pemberhentian Hakim Agung. Bagaimanapun juga, pengakuan akan penting dan sentralnya prinsip independensi peradilan (the independence of judiciary) sebagai Negara Hukum modern harus lah diimbangi dengan penerapan prinsip akuntabilitas publik. Karena itu, fungsi partisipasi publik dipandang penting, dan hal itu terkait dengan fungsi di DPR, bukan di KY sebagai lembaga teknis yang bersifat administratif.
Namun, sebagai lembaga teknis administrasi, KY harus dijamin independen dari campur tangan politik dari pemerintah ataupun dari lembaga politik kekuasaan legislative. Bahkan sebaiknya, KY juga diamankan dari keterlibatannya dengan pengaruh-pengaruh politik lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, Komisi Yudisial benar-benar dapat bertindak sebagai lembaga antara yang kritis dan objektif, semata-mata untuk mencapai kehormatan, kepercayaan dan martabat hakim dan lembaga peradilan. Karena dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.
Pemberhentian Hakim Agung
Hakim Agung juga dapat diberhentikan di tengah jabatannya. Komisi Yudisial berwenang untuk mengevaluasi dan menilai setiap hakim agung. Dalam hal terjadi pelanggaran kode etika, maka terhadap hakim agung yang bersangkutan dikenakan sanksi etika sebagaimana mestinya. Dalam hal hakim agung melakukan pelanggaran yang berat, baik pelanggaran etika maupun pelanggaran hukum, yang menyebabkannya terancam sanksi pemberhentian, maka usul pemberhentian itu diajukan oleh Komisi Yudisial untuk mendapatkann persetujuan atau penolakan dari DPR sebagaimana mestinya. Apabila DPR menyetujui usul pemberhentian itu barulah usul itu diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Apabila DPR menyatakan menolak usul pemberhentian tersebut, maka sanksi pemberhentian yang diusulkan oleh Komisi Yudisial tidak dapat dilaksanakan, dan Komisi Yudisial wajib mengadakan penyesuaian terhadap keputusannya menyangkut Hakim Agung yang bersangkutan dengan sebaik-baiknya.
Jika usul pemberhentian Hakim Agung itu mendapat persetujuan DPR, maka Komisi Yudisial segera mengajukan usul itu kepada Presiden untuk ditetapkan secara administratif dengan Keputusan Presiden. Untuk mengsi kekosongan itu, Komisi Yudisial segera mengajukan usul calon pengganti kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan sebelum diajukan kepada Presiden untuk ditetapkan sebagai Hakim Agung sebagaimana mestinya. Untuk menghadapi kemungkinan kekosongan jabatan semacam ini, sebaiknya, Komisi Yudisial telah memiliki daftar bakal calon Hakim Agung yang dicadangkan dari proses seleksi yang sudah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, kekosongan dalam jabatan Hakim Agung dapat dicegah dengan sebaik-baiknya di masa mendatang.
Kesimpulan
Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Wewenang Mahkamah Agung sangat banyak,tidak hanya mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain,menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.seperti yang tercantum pada pasal 20 UU no 48 tahun 2009 ayat 2 tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi juga meliputi Mahkamah Agung dapat dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan dan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang, Pimpinan Mahkamah Agung bersama pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa menjadi saksi pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat terdapat suatu hal yang bersifat memaksa atau keadaan lain yang membuat Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa menyelenggarakan sidang, Mahkamah Agung bisa memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal Pemberian Grasi dan RehabilitasiMahkamah Agung berhak untuk mengajukan 3 orang Hakim Konstitusi dan Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
Saran
Mengenai Perekrutan Hakim Agung, perlu diatur bahwa seluruh hakim baik hakim agung maupun hakim konstitusi, pengusulannya harus diusulkan oleh KY. Dengan demikian seluruh hakim akan diawasi oleh pengawas eksternal yaitu KY. MA maupun MK tidak perlu membentuk majelis kehormatan yang bertugas mengawasi perilaku hakim, yang anggotanya diambil dari lingkungan hakim itu sendiri. Dengan kata lain, ke depan tugas mengawasi hakim cukup diserahkan ke KY baik hakim , Hakim Agung Maupun Hakim Kostitusi. Hasil pengawasan KY direkomendasikan kepada ketua MA maupun MK untuk ditindaklanjuti. Dewan kehormatan di MA maupun MK bersifat ad hoc saja, dan mereka ada dan bertindak setelah rekomendasi KY.
DAFTAR PUSTAKA
- https://fendygoo.blogspot*co.id/2015/05/makalah-mahkamah-agung.html di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 10:28
- http://desbayy.blogspot*co.id/2015/05/makalah-sistem-kelembagaan-negara.html di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 10:32
- https://www.mahkamahagung*go.id/id/tugas-pokok-dan-fungsi di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 10 36
- https://www.mahkamahagung*go.id/id/artikel/2141/sistem-kamar-dalam-mahkamah-agung-upaya-membangun-kesatuan-hukum-profdrtakdir-rahmadi-sh-llm di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 10:47
- https://www.mahkamahagung*go.id/id/artikel/1392/keadilan-restoratif-sebagai-tujuan-pelaksanaan-diversi-pada-sistem-peradilan-pidana-anak di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 10:50
- http://dedesrirahayu.blogspot.co*id/2012/12/makalah-mahkamah-agung.html di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 10:59
- http://alvianocto.blogspot.co*id/2014/01/makalah-mahkamah-agung.html 11 02 di ambil pada hari jumat 21-4-2017 jam 11:30
- https://id.wikipedia*org/wiki/Mahkamah_Agung_Republik_Indonesia di ambil pada hari sabtu 22-4-2017 jam 03:36