Dwipantara Zaman Keemasan Asia Tenggara


    India-Asia Tenggara


    Dwipantara

    Asia Tenggara merupakan sebuah istilah yang baru digunakan pada zaman penjajahan yang dilakukan oleh dunia barat dalam hal ini adalah bangsa eropa yaitu sejak terjadinya Perang Dunia II digunakan secara masif untuk menggambarkan suatu wilayah yang berada pada sebelah timur India dan sebelah Selatan Tiongkok. Namun jika ditelusuri sejarah zaman kuno maka Asia Tenggara mempunyai nama dalam bahasa sangsekerta yaitu Dwipantara yang mempunyai arti "pulau-pulau diantara".


    Adapun istilah-istilah wilayah dari India sampai Asia Tenggara dalam bahasa Sansekerta yaitu:

    1. Gupta-Kumari dvipa (berarti= lndia, dari wilayah Himalaya terbentang ke Kanyakumari)
    2. Singhal dvipa (negara Shri Lanka pada kitab Ramayana dikenal dengan alanka)
    3. Naga dvipa (Kepulauan Nikobar)
    4. Indra-dyumna (Kepulauan Andaman)
    5. Kathaha dvipa (Kedaha-malaya dvipakalpa Semenanjung Malaya/Malaysia)
    6. Dvipa Melayu
    7. Suvarna dvipa (Pulau Sumatera)
    8. Yava dvipa (Pulau Jawa)
    9. Varushaka dvipa (Barosa= pulau Boros)
    10. Varuna dvipa (Pulau Borniyo atau Kalimantan)
    11. Parnayupayana dvipa (Negara Filipina)
    12. Charma dvipa (Kardaranga)
    13. Karpura dvipa (Mungkin ini nama Borneo karena produksi komposit berkualitas tinggi)
    14. Kamala dvipa (Kamboja)
    15. Bali dvipa (Pulau Bali)


    Di Indonesia sebenarnya sudah dikenal dengan nama Nusantara oleh raja Jawa  Kerajaan Singhasari yaitu raja Kertanegara menggunakan istilah "Cakrawala Mand a La DWipantara" yang bermakna "Persatuan Kerajaan dan Pemerintahan Maritim di wilayah Asia Tenggara". Di Sumatera Dwipantara disebut dengan Shuvarnadvipa yang berarti Pulau Emas.


    Di negara-negara Indo-China yaitu negara Thailand dan Kamboja Istilah Dwipantara disebut dengan Suvarnabhumi (tanah Emas). Adapun sumber referensi istilah Suvarnabhumi ditemukan pada kitab suci Hindu paling kuno dalam kitab Ramayana, Jataka dan Khatasagara.


    Sedangkan pada negara Burma atau Nyanmar istilah Dvipantara dikenal sebagai Indradwipa. Pada kitab suci Hindu paling kuno yaitu kitab Ramayana yang juga berbicara tentang Burma sebagai "tanah tambang perak".


    Untuk istilah nama jawa sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Javadwipa yang memiliki arti pulau (dwipa) yang berbentuk seperti jelai jagung (Yawa). Jawadwipa disebutkan dan ditulis dalam kitab suci Hindu yaitu kitab Ramayana, yang dimana disebutkan bahwa raja Sugriwa mengirim anak buahnya ke Yawadvipa atau pulau Java untuk mencari Sita istri Rama.


    Pelancong dan pedagang India kuno memiliki moto terkenal:

    'Wasudhaiva-Kutumbakam' ('seluruh dunia adalah satu kesatuan, satu keluarga'). Seluruh benua Asia Selatan adalah rangkaian peradaban. Hal ini disebutkan dalam Matsya Purana , di mana untuk pertama kalinya disebutkan kesatuan budaya Jambudvipa dan Dvipantara.


    Jadi tidak ada istilah “Indianisasi” itu sendiri, tetapi lebih merupakan kontinum atau penggabungan budaya selama dua milenium di mana budaya lokal dan tradisi keagamaan dibakukan dan agak diangkat dalam lipatan Hinduisme.


    Kerajaan-kerajaan Hindu Dvipantara adalah hasil interaksi sosial-ekonomi selama berabad-abad yang memasukkan aspek-aspek sentral dari institusi, agama, tata negara, administrasi, budaya, sastra, dan arsitektur India.


    Agama Hindu di Asia Tenggara seringkali menjadi lebih kaya dan lebih lengkap karena integrasinya dengan kearifan lokal. Iklim, flora dan fauna India dan Asia Tenggara sangat mirip, mendorong penggabungan gaya hidup dan budaya yang serupa.


    Sejarah secara resmi mencatat bahwa kerajaan Hindu-Bhuda pertama di Asia Tenggara. ini dibuktikan dengan disebutkannya wilayah asia tenggara dikitab Ramayana , Ramayana sudah mengenal Pulau Java dan Sumatera ini berarti bahwa sudah ada hubungan antara India (Jambudvipa) dengan Asia Tenggara ((Dwipantara) yang sebenarnya memiliki hubungan yang jauh lebih tua dari 2000 tahun yang selalu menjadi peradaban maritim yang saling terkait dan berhubungan.


    Wilayah Asia Tenggara bukanlah semacam koloni India (seperti halnya istilah kolonialisme Barat, tetapi lebih merupakan hubungan dua arah antara India (Jambudwipa) dengan Asia Tenggara (Dwipantara), bahkan hubungan melingkardiantara semua kerajaan di Asia Tenggara.


    Menururt Ilmuan  Sheldon Pollock menggunakan istilah Sansekerta Cosmopolis untuk menggambarkan pertukaran budaya selama ribuan tahun di Wilayah tersebut, yang tidak selalu melibatkan migrasi massal atau kolonisasi seperti yang terjadi pada era kolonialisme barat, misalnya kolonialisme Negara Spanyol di Amerika Latin yang menyebabkan migrasi besar-besaran dari Spanyol yang merubah peradaban sebelumnya yaitu bangsa astek dan mengakibatkan terjadinya perubahan bahasa yang menjadi bahasa Spanyol.


    Asia Tenggara menjadi pusat budaya india yang berkembang, mereka tidak penah menjadi subjek penjajahan raja India manapun . Mereka benar-benar merdeka, secara politik dan ekonomidan orang-orang merkayang mewakili integrasi elemen India dan Pribumi tidak memiliki hubungan dengan kerajaan India manapun.


    Historiografi Atau Sejarah geografis Bana Bhatta

    Jadi Harşa telah menyatakan pada saat menentang ekspedisi raja Gauda,   pembunuh saudaranya RajyaVardhana, untuk berkeliaran sampai dvipantara' (dvipantara= pulau Indonesia; Sashtha Uchchhawas, halaman-344) bersama dengan mengirimkan instruksi kepada semua raja India untuk mempersiapkan mereka tangan untuk memberikan penghormatan. Pulau laut selatan telah dianggap sebagai bagian dari India dari Guptas maka India, seperti yang ditunjukkan Prof. Agrawal, dinamai Kumari dvipa. Nama pulau-pulau, yang tertulis di bawah ini, termasuk dalam delapan belas pulau menurut sastra era Gupta-Kumari dvipa (berarti= lndia, Himalaya ke Kanyakumari)

    • Singhal dvipa (Shri Lanka)
    • Naga dvipa (Nikobar)
    • Indra-dyumna (Andaman)
    • Kathaha dvipa (Kedaha-malaya dvipakalpa Semenanjung Malaya)
    • Dvipa Melayu
    • Suvarna dvipa (Sumatera)
    • Yava dvipa (Jawa)
    • Varushaka dvipa (Barosa= pulau Boros)
    • Varuna dvipa (Borniyo)
    • Parnayupayana dvipa (Filipina)
    • Charma dvipa (Kardaranga)
    • Karpura dvipa (Mungkin ini nama Bornio karena produksi komposit berkualitas tinggi)
    • Kamala dvipa (Kamboja)
    • Bali dvipa.


    Bersama-sama ini semua pulau terkenal dari nama 'Dvipantara". Baņa mengatakan bibir Harşa ", yang diolesi dengan sirih dan merah terang, adalah seperti segel yang menugaskan berbagai benua pulau untuk setia kasih sayang (mudrayā hi sasindūrayă vilabhyatë - komentator, dalam bahasa kuno waktu objek sedekah diberikan dengan diolesi dengan warna merah terang). Penyebutan ini dari Baņa adalah bukti otentik bahwa 'Dvipantara' adalah bagian dari India dan karenanya Raja India diberi wewenang untuk menganugerahkan kekasihnya. Bāņa telah menyebutkan 247 bahwa di masa kecil kedua saudara (Rajya dan Harşa) ketenaran diterangi di dvipantara karena itu adalah bagian dari India- (dvipāntarē prakāśatāma jagmat:; Chaturth Uchchhawas, halaman-234). Hal ini terbukti dari deskripsi Bāna, Shri Harşa sendiri, Hiuen Tsang dan Gatal bahwa hubungan komersial dan budaya itu padat dan tegas dengan Singhal dan Indonesia dll dvipantaras melalui jalan laut selatan pada saat Harsa. 


    Dalam Pratham Uchchhawas dari Harşacarita Bāņa telah ditulis dengan memuji penyair besar Vyasa bahwa ia membuat Mahabharata suci dengan pidatonya sebagai Bharata dilubangi oleh sungai Sarasvati yang ceritanya tersebar di tiga nama dunia: sarvavide tasmai vyāsāya kavivēdhas. cakrë pünyama sarasvatyā yõ varşamiva bhäratama.. 3.. kathēva bhāratī yasya na vyāpnõtī jagatrayama .. 9.J


    elas dari fakta bahwa kisah Mahabharata tersebar di tiga dunia atau dvipantara di luar India pada masa Harşa. Hubungan antara India dan Cina sudah dekat sejak zaman kuno melalui jalan darat daripada laut yang dipertahankan pada abad ketujuh juga. Di Harşacarita Bäņa telah menulis bahwa Pandawa Savyasachee (Arjuna) telah menyerang Tiongkok untuk memperoleh kekayaan bagi Rajasooya Yajya-pāndava:

    rajasyasampad (Saptam savyasācī cinavişayamatikramyaUchchhawas, halaman-380). 


    Sangat mungkin untuk melihat referensi dari Mahabharata dengan konteks ini Disebutkan dalam Anugita Parva di bawah Aashvameghika Parva bahwa Pandawa telah mencapai tempat di mana cairan Mahata disimpan- (shloka 1-6, bab-64). Memperoleh kekayaan dari tempat itu adalah enam belas crore, delapan lakh dan dua puluh empat ribu suvarna (Lakukan, shloka-20). "Dalam Harşacarita disebutkan China-cholaka (Saptam Uchchhawas), Cheenanshuka (sutra buatan China- 'cīnāśuka sukumāra' (Pratham, Pancham dan Ashtam Uchchhawas, halaman-64, 291, 433) dan Kulit Kardaranga (perisai buatan pulau Kardaranga = kardaranga carmanā kārdarangadēśabhavānāma - deshbhavanam- komentator).


    Jelas bahwa Cheen-cholaka (itu adalah gaun kerajaan, yang dikenakan pada) kanchuka (mantel bagian dalam) seperti 'mantel luar' ); dan Cheenanshuka diimpor dari Cina dan Kardaranga- kulit (atau perisai, Saptam Uchchhawas) adalah diimpor dari pulau mana pun di Indonesia melintasi laut selatan. Di Harşacarita ada indikasi yang jelas tentang impor kuda dari negara asing. Di Saptam Uchchhawas disebutkan tentang Uttunga kuda negara Tangana dan kuda negara Kamboja dalam konteks Kavaleri Harşa. Meskipun kecepatan kuda Tangana cepat tetapi punggung mereka stabil sehingga penunggang kuda dapat melakukan perjalanan dengan nyaman. Bäna telah melihat kuda dari berbagai negara di penampungan kuda kerajaan dan menghitung nama mereka sebagai Vanayuji (dari negara Vanayu), Kambojee dari negara Kamboja), Aarbhatti (dari negara Aarbhatta), Bharadwajee (dari negara Bharadwaja), Saindhava (sindhu dëśajai :) dan Paraseekee (paraseek atau Iran) - (Dwitiya Uchchhawas).


    Jelas bahwa kuda diimpor untuk kavaleri dari negara-negara yang terkenal dengan kuda perang. Dapat dengan mudah diperkirakan bahwa pengusaha kuda juga sampai ke India untuk urusan kuda seperti lainnya pengusaha negara lain. Diketahui dari deskripsi Harşacarita dan Hiuen-Tsang bahwa Pengusaha India mendapatkan 'ratnas' dari pulau-pulau dengan menjual mereka panyas (barang jualan). Bāņa telah menyebutkan orang (pengusaha) yang telah mengambil 'ratnarashi' dari semua pulau dan dipuji karena kebajikannya. Menyebutkan perdagangan dan pengusaha India Hiuen-Tsang juga tertulis bahwa mereka telah mendapatkan berbagai jenis 'ratnas' yang berharga dan manies' dari pulau-pulau laut dalam pertukaran panyas mereka. Dia telah memberikan nama-nama logam terutama emas, perak dan tembaga (perunggu?) dll yang adalah di sini dalam ukuran berlimpah. 


    Hal ini terlihat jelas dari gambaran mendapatkan 'ratnas' dan 'manies' dari pulau dengan imbalan panya oleh pengusaha India, yang diberikan oleh Bana dan Hiuen-Tsang, bahwa industri India dikembangkan dengan baik dan akibatnya berbagai jenis barang India diekspor ke luar negeri negara dan pulau."12 Serikat pekerja dan pengusaha yang berbeda dibentuk di Harşa-Periode. Kelompok-kelompok ini aktif setiap saat untuk meningkatkan kemampuan mereka kerajinan dan bisnis. 


    Dalam Harşacarita Bāņa telah menjelaskan tentang perusahaan-perusahaan pengrajin dan sthapaties (rumah mewah yang memiliki pengetahuan arsitek) dari berbagai bagian negara yang dipanggil pada kesempatan Rajyashri's pernikahan untuk mendekorasi dan mengecat istana kerajaan dan membangun altar pernikahan untuk pernikahan dan perawatan sutradharas yang ramah, ahli dalam pembangunan mezbah nikah, dengan menghadirkan bunga putih, sandal dan kain. Bana juga menyebut Sindhushena, kepala tukang emas."5 Rajya-Vardhana, sedih dengan kematian ayah, telah memberi tahu kekasihnya saudara Harşa bahwa setiap hari kesedihan saya meningkat, seperti uang pedagang. Adanya pedagang yang meminjamkan uang dengan bunga, dibuktikan dengan ini keterangan. 


    Mungkin, orang-orang biasa dan pengusaha meminjam utang, sesuai dengan kebutuhan mereka, dari para pedagang tersebutPengetahuan tentang koin juga diketahui dari deskripsi Harşacarita dan Kadambar. Gramakshapatalika telah mempersembahkan koin emas, di mana banteng ditandai, ke Harşa pada saat ekspedisi tentara. Seekor banteng ditandai, pada koin tembaga yang ditemukan dari Soneepata. Ada juga yang menyebutkan, di Harşacarita, tentang koin perak berbentuk bulat. Menggambarkan kemakmuran warga Ujjayini Bäņa telah menulis bahwa mereka memiliki banyak emas koin.


    Dapat disimpulkan dan dikatakan bahwa perekonomian abad ketujuh adalah berdasarkan pembangunan pertanian, peternakan, perindustrian, perdagangan dan bisnis. Bahan baku untuk industri juga diperoleh dari pertanian bersama dengan biji-bijian makanan. Populasi yang sangat banyak bergantung pada pertanian. Berbagai industri juga dikembangkan. Beberapa penting industri pada waktu itu adalah- industri besi, industri tekstil, industri gula, industri gading, industri kayu dan mebel. Industri-industri ini memiliki peranan penting untuk menyediakan lapangan kerja. Berbagai kelompok pengrajin dan pengusaha selalu aktif untuk mengembangkan kerajinan mereka dan bisnis. Bisnis internal dikembangkan. Hubungan komersial dengan negara asing juga didirikan.



    Armada India di Atas Laut

    TELAH mengamati dalam bab-bab sebelumnya bahwa hubungan antara India dan Indonesia sebagian besar mengenai budaya dan Perdagangan meskipun ini tidak berarti bahwa orang India, kadang-kadang, mengikuti kebijakan ekspansionis, tidak berperang terhadap penduduk asli Indonesia untuk mendirikan daerah jajahannya. Kaundinya yang meletakkan dasar budaya India di Funan harus bertempur di laut dengan ratunya. 


    Dalam tindakan penjajahan ini berapa banyak armada India yang membantu, kami tidak tahu dari sejarah, tetapi tampaknya dalam berdirinya kerajaan Sriīwijaya oleh dinasti Sailendra, armada India pasti memainkan peran penting. Itu Ahli geografi Arab sering menyebut keberadaan armada India di barat pantai laut India, tetapi armada Arab selalu terbukti lebih kuat dari armada India dan, oleh karena itu, mereka mampu menaklukkan armada India dalam banyak pertempuran laut.


    Kami ingin menarik perhatian para cendekiawan untuk kejadian seperti itu di kesebelas abad yang memberitahu kita bahwa bahkan di zaman ini armada India cukup kuat. Dipertengahan abad kesembilan kerajaan Sailendra dipisahkan dari Jawa. Bahkan saat itu para Sailendra tidak terlalu lemah. Pada tahun 1006 M. mereka menyerbu Jawa dan menghancurkannya, tetapi masalah mengancam mereka dari sisi lain. Di India Selatan, Chola bermimpi membangun diri mereka sendiri luar negeri dan untuk memenuhi mimpi ini mereka, sebagai langkah pertama, menaklukkan timur pantai laut India. Para Sailendra memelihara hubungan baik dengan Chola diawalnya, tetapi kebijakan kekaisaran Chola menghasilkan hubungan yang tegang antara dua kerajaan. Dalam waktu singkat Rājendra Chola menaklukkan penguasa Jawa dan membawa Sumatera dan semenanjung Melayu ke dalam kendalinya.


    Tetapi keturunan Rājendra Chola, dengan memanfaatkan kemenangan ini, dapat tidak memperkuat kekuasaan mereka di wilayah itu. Hingga 1050 A.D. pertempuran laut berlanjut dengan cara ding-dong tetapi pada akhirnya Chola merasa disarankan untuk mundur dari pertempuran sporadis seperti itu.


    Penaklukan Chola dimulai dari tahun 907 M pada masa pemerintahan Parāntaka

    Rāja Rāja yang Agung (985-1012 M) setelah memenangkan banyak pertempuran didirikan dirinya sebagai kaisar seluruh India Selatan. Putranya yang agung, Rājendra Chola (1012-1035 M), membawa kemenangannya ke Bengal, sehingga membuat Chola the kerajaan paling kuat di India. Chola juga merupakan kekuatan laut yang besar dan, oleh karena itu, mereka bergabung bijaksana dengan Sailendras dari Srwijaya. Kami tidak mengetahui alasan yang menyebabkan untuk istirahat permusuhan antara Sailendras dan Chola. 


    Untungnya, Prasasti Rajendra Chola memberikan beberapa indikasi tentang kemenangannya di luar negeri. Salah satu prasasti menyebutkan bahwa kemenangan di luar negeri dimulai diawal abad kesebelas. Prasasti Rāja Rājendra di Tanjore and prasasti lain menginformasikan kepada kita bahwa ia menaklukkan tempat-tempat berikut di Indonesia dan Melayu. Pannai diidentikkan dengan Panai di bagian timur Sumatera dan Malaiyr dengan Jambi. Māyirudingam terletak di pusat semenanjung Malaysia. Langāśokam terletak di Tanah Genting Johor atau di Johor. Mā-pappālam terletak di sebelah barat Tanah Genting Kra atau Pahang yang lebih besar. Mevilimbangam, diidentifikasi dengan Karmaranga, terletak di Tanah Genting Ligor. 


    Vilaippamdūru diidentifikasikan dengan Panduranga atau Fanrang dan Talaittakkolam dengan Takopa. Mā-tāmralingam terletak di timur semenanjung Melayu antara Teluk Bandong dan Nagorashri Dharmarāja. lamaideśam was terletak di Sumatera bagian utara. Mānakkavaram diidentifikasi dengan Kepulauan Nicobar  dan Kațāhakadāram dan Kidāram dengan Kedah modern.


    Dalam penaklukan Rājendra Chola datang hampir seluruh bagian timur Sumatera, dan bagian tengah dan selatan semenanjung Melayu. Dia juga menduduki ibu kota Sriwijaya dan Kațāha. Mungkin ekspedisi ini dimulai pada 1025 M Literatur India tidak menyebutkan banyak pertempuran laut. Oleh karena itu, kami terkejut membaca deskripsi armada India di Tilakamañjari dari Dhana pala. Ceritanya menyebutkan bahwa armada India ini dipimpin oleh seorang pangeran India, Samaraketu dari Rangaśālā. Ia memimpin ekspedisi ini ke Indonesia karena kepala feudator di sana telah menolak untuk membayar upeti dan pajak pada waktunya. 


    Ini ekspedisi jaya Samaraketu ke lndonesia digambarkan sedemikian hebatnya detail dalam Tilakamañjar sehingga tidak diragukan lagi bahwa mungkin penulisnya Dhana-pala sendiri telah menemani ekspedisi atau telah mendengarnya dari seseorang yang telah menemaninya. Dhanapāla tampaknya telah berkembang di masa pemerintahan Sīyaka dan Vākpatirāja dari Dhārā (774-995 M). Tapi Merutunga menempatkannya sebagai kontemporer Bhoja (1010-1025 M). Apakah ekspedisi laut menggambarkan-ed di Tilakamañjar memberikan sekilas tentang ekspedisi kemenangan Rājendra Chola, atau penguasa India lainnya, bergantung pada tanggal pasti Dhanapāla. Tetapi hampir tidak ada keraguan bahwa Dhanapā gula dll. Di sungai-sungai hutan, ikan-ikan berebut tit-bit yang dilemparkan oleh para pelancong. Gubuk jerami ditutupi dengan tanaman merambat dan pohon. dalam mereka halaman, di bawah naungan paviliun, duduk anjing-anjing gemuk yang tampak ramping di atas susu diet. Ghee yang dipanaskan menyebarkan aromanya, pengocok dahi disajikan mengurangi kebisingannya. Dipanggil oleh petugas desa, karavan dan musafir itu datang kepadanya dengan kotak mereka. Didorong oleh para Brahmana yang sedang mandi dan membagikan sedekah. Tentara yang elegan menarik perhatian orang-orang. 


    Sapi-sapi dengan lonceng diikatkan di leher mereka sedang merumput dan para penggembala sapi itu menarik orang ke arah mereka dengan tatapan gemetar mereka.

    "Melihat barisan depan para penunggang kuda, berita menyebar ke mana-mana bahwa tentara itu—yang akan datang. Orang-orang yang mengesampingkan pekerjaan mereka mulai berkumpul di tumpukan kotoran. Ada yang memanjat pohon dan ada yang mengangkat kedua tangan. Beberapa dilengkapi mereka- diri dengan pisau, memakai sorban dan memegang tongkat. Beberapa membawa anak-anak di pundak mereka. Mata semua orang yang tercengang teralihkan pada unta dan gajah dan mereka mencoba menilai sapi secara terpisah berdasarkan kekuatan ukuran, kekuatan, dan bentuknya."


    Chowkidar desa (grāmalākuțika) mulai bingung dengan pertanyaan seperti, "Beri tahu kami siapa pangeran ini?, Siapa ratu ini?,Siapa nama gajah ini?”, dan pertanyaan-pertanyaan seperti ini penduduk desa menganggap sangkakala murahan yang dipasang pada gajah sebagai penghuni harem. Mereka menganggap seorang penyair sebagai kepala feudator dan pedagang sebagai pengendali dari istana. Setelah mengajukan pertanyaan dan tanpa menunggu jawaban mereka pindah ke tempat lain. Bahkan saat melihat mereka memberi isyarat dan meskipun mereka mendengar dengan benar mereka masih terus berteriak. Tertangkap oleh kerumunan unta, kuda, dan lembu jantan orang-orang melarikan diri ke segala arah, berteriak, bertepuk tangan dan tertawa. Beberapa orang miskin, dengan harapan mereka akan dapat melihat para pangeran, putri dan pelacur menaiki gajah, tampak penuh harap. Menunggu kedatangan mereka, mereka terganggu dengan rasa lapar dan haus. Beberapa orang miskin, ketika mereka mencapai panening tanah untuk jerami, menemukan bahwa penunggang kuda telah membawanya sebelum itum. Beberapa mencoba menyelamatkan diri dari mereka yang mencoba melarikan diri dengan ternak makanan ternak. 


    Beberapa lainnya direcoki oleh penerima suap. Beberapa melihat mereka ladang sayur dijarah, ada yang tertawa dan ada yang berbicara dengan yang ditangkap perampok. Beberapa menenangkan para petani yang tidak bahagia yang ladang tebunya telah telah dijarah dan beberapa menyambut pangeran dari ladang padi mereka yang besar. Beberapa dari mereka dipaksa keluar dari rumah mereka oleh Thakurs yang tidak menemukan tempat berlindung apapun untuk diri mereka sendiri sedang mencari tempat yang cocok untuk barang-barang mereka. Melihat Ketua Kom- manders gajah, beberapa orang karena takut memindahkan biji-bijian ke lumbung mereka. ries, menyembunyikan kue kotoran sapi, dan mengeluarkan semangka, labu pahit dan mentimun dari ladang mereka ke rumah mereka. Wanita menyembunyikan perhiasan mereka. Penduduk desa untuk menyambut tentara berdiri di gerbang mereka yang didekorasi dengan torana, memegang bunga dan buah-buahan sebagai hadiah. Pada saat itu bambu-bambu perkemahan sedang diikat dalam bundel, dan lalat tenda kuning dan magenta itu—sedang dilipat. 


    Dengan cara ini dengan kecepatan lambat kami mencapai pantai laut. "Pangeran berkemah di tanah datar yang dialiri aliran air tawar. sedikit lebih jauh terletak kamp menteri utama. Itu dikelilingi dengan Berkibar-kibar bendera mereka banyak kapal, dinonaktifkan karena kecepatan cepat, mencapai mendarat dengan susah payah. Ada kebisingan di sekeliling. Orang-orang mulai berbicara, 'Tuan, berikan kami sedikit jalan.' Angga, jangan dorong aku.' Mangalaka, mendorong orang lain dengan siku tidak menunjukkan keberanian Anda.' Hamsāhāsya, pakaian bawahku telah menjadi longgar dan Lāvanyavat mendorong saya dengan payudaranya. Dengan cara ini saya menjadi masalah-ed baik di dalam maupun di luar. "Tarangikā lari. Paha gemukmu menghalangi seluruh tentara.gemetar. Saat turun dari perahu, pemandangan paha Anda pasti ada membuat pengunjung malu. Vyāghradatta, jalankan nenek dan ibu mertuamu hukum telah jatuh ke laut dan ada setiap bahaya bagi mereka dari buaya. 


    Mengapa Anda meneteskan air mata? Jagalah perhiasan telinga para wanita kota perampok, jika tidak, beberapa pencopet pasti akan mengambil dompet Anda.' "Bala- bhadraka, lebih baik kamu memberiku bagian ghee orang lain karena telah sangat terganggu oleh orang-orang yang kejam.' “Teman Vasudatta, bagaimana Saya harus menjawab, mengapa laddüs sayang tuan saya telah dihancurkan oleh air laut. Mantharaka, selimut tebal ini ditelan oleh ikan paus begitu jatuh ke dalam laut. Sekarang aku harus mati kedinginan. "Saudaraku, saat jatuh kamu memiliki patah tulang paha Anda yang tidak perlu menabrak kapal. 


    Sekarang Anda akan memiliki untuk dibimbing oleh hambamu.' "Agnimitra, kesampingkan tangga, kenapa Anda mengambil jalan yang lebih memutar pertempuran atau dalam beberapa kecelakaan tak diinginkan lainnya. Dekat Bombay di barat kereta api satu mil ke barat laut stasiun Borivali, di desa Eksar ada enam batu pahlawan yang diperkirakan berasal dari abad kesebelas. Antara ini, dua batu menggambarkan beberapa adegan pertempuran di darat. Batu pahlawan pertama (10' x 3 X 6") memiliki empat panel. Di panel bawah dua penunggang kuda dilengkapi dengan pedang telah memukul pemanah. Di kanan sisi muncul pahlawan mati bersama dengan rekan mati lainnya mengambang di awan melanjutkan perjalanan ke Indraloka. Di panel kedua di sebelah kanan dua penunggang kuda adalah melarikan diri meninggalkan pemanah yang menghadapi enam penunggang kuda.


    Di panel ketiga dari kiri seorang prajurit kaki telah menusuk seorang pemanah dengan tombaknya. Dibalik prajurit kaki ada pemanah di atas gajah dan di bawahnya ada tiga prajurit yang dilengkapi dengan pedang dan perisai ditampilkan. n panel ini, di sebelah kanan, satu mati tentara dengan tentara lain yang dipasang di mobil udara sedang melanjutkan ke surga. SEBUAH sedikit di atas, bidadari membimbing mereka ke Sivaloka. Di panel keempat, Sivaloka digambarkan, dan di sebelah kirinya seorang pria dan wanita sedang menyembah Sivalinga. Di sebelah kanan, musik sedang dimainkan. dilengkapi dengan karangan bunga yang membawa peti jenazah peninggalan tulang.


    Di atas, bidadariViraga kedua! (10' X 3' X 6') juga memiliki empat panel. Di bawah panel ada mayat tergeletak di tanah, bunga dihujani mereka oleh Apsara. Di sebelah kanan, menunggangi gajah, adalah raja bersama dengan jenderal dan menterinya. Gajah raja dihias dengan baik dan howdah dinaungi oleh payung. Gajah memegang seorang pria dengan belalainya dan melemparkannya ke tanah dan menginjak-injaknya. Di panel kedua ada adalah sosok penguasa. Seorang petugas memegang payung di atasnya dan

    kedua memegang alat penyiram air mawar. Di sebelah kanan adalah pertarungan penunggang kuda dengan raja. Di atas dan di bawah terlihat banyak orang terlibat dalam pertempuran. Di panel ketiga, di sebelah kiri, tiga gajah yang dipasang oleh pengemudi terlihat berdiri satu di belakang yang lain. Di latar depan dua pria berjanggut berkelahi, dan di tengah seorang raja duduk di atas gajah terlibat dalam pertempuran. Telinga berlubang tentara yang memakai anting bulat besar membuktikan bahwa mereka berasal dari Konkan.


    Sulaiman, pengelana Arab juga mengamati bahwa orang-orang Konkan juga mengenakan anting bulat besar.3 Pada panel keempat digambarkan gunung Kailāsa. Di sebelah kiri muncul prajurit yang sudah mati. Apsara sedang menghujani karangan bunga pada dia. Di sebelah kanan, wanita bernyanyi dan menari. Di atas adalah peninggalan tulang

    peti mati, dengan dewa terbang memegang karangan bunga. Virgal ketiga (10 X 3 X 6") memiliki empat panel. Di panel bawah, ada lima kapal yang dilengkapi dengan tiang. Di satu sisi sembilan dayung terlihat bergerak Kapal-kapal ini siap berperang dan tentara bersenjata terlihat di geladak. Darilima kapal ini, yang terakhir mungkin milik raja karena di haluannya ada melihat wanita. Di panel kedua muncul empat kapal, bagian dari armada adalah diwakili di panel bawah. Kapal-kapal ini menyerang kapal yang jauh lebih besar yang pelautnya terlihat jatuh ke laut. Di atas panel ini ada tulisan abad kesebelas yang tidak dapat diuraikan sekarang. 



    Daftar Pustaka:

    1. Trade And Trade Routes In Ancient India https://books*google.com.my/books?id=rDL4kA7SWkEC&pg=PA207&lpg=PA207&dq=dvipantara%20mentioned&source=bl&ots=Oy3Oiv5wAE&sig=ACfU3U0oVY6vKIj9CtNvmD67uS25MZDxtw&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiVtI7H1tb1AhX14zgGHWAwDIAQ6AF6BAgSEAM#v%3Donepage%26q%3Ddvipantara%20mentioned%26f%3Dfalse
    2. Historiography of Bāṇa Bhaṭṭa https://books.google*com.my/books?id=aYISEAAAQBAJ&pg=PA247&lpg=PA247&dq=dvipantara%20mentioned&source=bl&ots=X6wft_GQKe&sig=ACfU3U2OnWhCkhLV3jDUjafLnKvmqZuWQg&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiVtI7H1tb1AhX14zgGHWAwDIAQ6AF6BAgREAM#v%3Donepage%26q%3Ddvipantara%20mentioned%26f%3Dfalse
    3. Dvipantara: the Golden Age of Southeast Asia https://medium*com%2F@medium.com/@Kalpavriksha/dvipantara-the-golden-age-of-southeast-asia-127fc22c9fce 

    LihatTutupKomentar