1. Redistribusi tanah tentang: dilarang mengalihkan dalam jangka waktu 10 tahun kecuali atas persetujuan kepala kantor
Berbeda dengan HM untuk tanah hasil redistribusi, bahwa pemegang hak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan tanahnya dalam jangka waktu yang ditentukan kecuali memperoleh ijin dari Kepala Kantor Pertanahan. Hal ini dimaksudkan agar petani dapat memanfaatkan tanahnya secara produktif dan menikmati hasil pertanian yang diusahakannya.
Larangan peralihan hak atas tanah hasil redistribusi ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian (PP 224 Tahun 1961). Selain itu, larangan peralihan juga dinyatakan dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Redistribusi Tanah Obyek Landreform (TOL) Tahun 2014, yaitu dalam Surat Keputusan (SK) Pemberian Hak Milik yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan, wajib mencantumkan catatan adanya ijin peralihan hak atas tanah untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun, baik sebagian atau seluruhnya yang selanjutnya ditegaskan dalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah hasil redistribusi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah
Pasal 28
Pemegang hak guna usaha dilarang:
a. menyerahkan pemanfaatan Tanah hak guna usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan;
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan Dan Hak Atas Tanah
Pasal 173
(1) Izin Peralihan Hak Atas Tanah diterbitkan oleh pejabat yang menerbitkan keputusan pemberian haknya untuk setiap perbuatan hukum yang bermaksud mengalihkan:
a. Hak Milik yang dipunyai oleh badan hukum keagamaan, badan hukum sosial dan badan hukum lain yang ditunjuk oleh Pemerintah;
b. Hak Guna Usaha yang dipunyai badan hukum;
c. Hak Pakai tanah pertanian di atas Tanah Negara; dan/atau
d. Hak Atas Tanah lain yang menurut sifatnya memerlukan izin peralihan hak, dan dicatat pada sertipikat dan buku tanah.
(2) Izin Peralihan Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan lagi dalam hal:
a. pemindahan hak yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan KKPR;
b. pemasaran hasil pengembangan bidang tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai induk oleh perusahaan penyelenggara perumahan, kawasan industri atau pengembangan lain yang sejenis;
c. peralihan hak karena lelang; atau
d. dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, proyek strategis nasional maupun kawasan ekonomi khusus.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam keputusan pemberian hak serta dicatat dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya.
Pasal 177
(1) Dalam hal penerbitan izin Peralihan Hak Atas Tanah merupakan kewenangan Kepala Kantor Pertanahan maka Kepala Seksi menyiapkan konsep:
a. surat izin Peralihan Hak Atas Tanah yang dimohon; atau
b. surat penolakan permohonan, yang disertai dengan alasan penolakannya, apabila permohonan ditolak.
(2) Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan surat izin Peralihan Hak Atas Tanah atau surat penolakan permohonan berdasarkan dokumen persyaratan yang
diajukan.
Petunjuk Pelaksanaan Redistribusi Tanah Tahun 2013, Direktorat Landreform Badan Pertanahan Republik Indonesia.
2. Larangan tanah pertanian dipecahkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
Pasal 8.
Pemerintah mengadakan usaha-usaha agar supaya setiap petani sekeluarga memiliki tanah pertanian minimum 2 hektar.
Baik untuk sawah maupun untuk lahan kering. Sehubungan adanya penetapan batas minimum 2 hektar, maka diadakan laranan untuk menjual, membagi-bagikan atau memisah-misahkan tanah yang sudah ada sehingga menimbulkan berlangsungnya pemilikan ha katas tanah yang luasnya kurang dari 2 hektar.
Pasal 9.
(1) Pemindahan hak atas tanah pertanian, kecuali pembagian warisan, dilarang apabila pemindahan hak itu mengakibatkan timbulnya atau berlangsungnya pemilikan tanah yang luasnya kurang dari 2 hektar. Larangan termaksud tidak berlaku, kalau sipenjual hanya memiliki bidang tanah yang luasnya kurang dari 2 hektar dan tanah itu dijua sekaligus.
Berdasarkan uraaian di atas dapat diketahui bahwa pemecahan tanah pertanian yang uasnya dibawah batas minimum dua hektar kecuali karena pembagian warisan dilarang. Namun pada hakekatnya masih sering terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut.
Jika pemecahan tanahtersebut masih dilakukan oleh masyarakat bukan tak mungkin tanah yang sudah ada tersebut akan timbulnya bagian-bagian yang lebih kecil lagi.
untuk tanah pertanian, dimana dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tidak diberikan penjelasan apakah yang dimaksud dengan tanah pertanian, sawah dan tanah kering, namun didalam Instruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan Menteri Agraria tanggal 5 Januari Tahun 1961 Nomor Sekra 9/1/12 memberikan penjelasan sebagai berikut "yang dimaksud dengan tanah pertanian adalah semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat pengembalaan ternak, tanah belukar bekas tanah negara dan hutan yang menjaditempat mata pencaharian bagi yang berhak"
Larangan termaksud tidak berlaku kalau si penjual hanya memiliki bidang tanah yang luasnya kurang dari dua hektar dan tanah itu dijual sekaligus. Untuk mengendalikan pemecahan bidang tanah pertanian dispensasi (izin khusus) dari Kepala Kantor Pertanahan tanah. Prosedur pelaksanaan pemecahan bidang tanah dibagi menjadi 2 tahap yaitu pertama pendaftaran pemecahan bidang tanahnya guna pemeliharaan data fisiknya. Tahap kedua adalah pendaftaran peralihan haknya guna pemeliharaan data yuridisnya.