Ketentuan BPHTB: Objek, Subjek, Dasar Pengenaan, dan Penyelesaian Sengketa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022

     

    Ketentuan BPHTB: Objek, Subjek, Dasar Pengenaan, dan Penyelesaian Sengketa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022

    Ketentuan BPHTB: Objek, Subjek, Dasar Pengenaan, dan Penyelesaian Sengketa dalam UU Nomor 1 Tahun 2022

    UU Nomor 1 Tahun 2022 mengatur tentang pajak pertambahan nilai tanah dan bangunan (BPHTB). Menurut Pasal 44, objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, termasuk pemindahan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, waris, pemasukan ke dalam perseroan atau badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, peleburan usaha, pemekaran usaha, atau hadiah, serta pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak. Hak atas tanah dan/atau bangunan yang tercakup dalam BPHTB termasuk hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Beberapa perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari objek BPHTB diantaranya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pemerintah untuk kepentingan administrasi pemerintahan atau pembangunan umum, oleh lembaga atau perwakilan internasional yang tidak menjalankan usaha, oleh perwakilan diplomatik, oleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau perbuatan hukum lain tanpa perubahan nama, oleh orang pribadi atau badan karena wakaf, dan oleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah dan hak untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, sedangkan wajib pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak, yang ditentukan berdasarkan harga transaksi untuk jual beli dan nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, wasiat, waris, pemasukan ke dalam perseroan atau badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan penunjukan pembeli, serta pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan pelepasan hak atau di luar pelepasan hak. Untuk perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan lainnya, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. Tarif BPHTB ditentukan oleh kantor pajak daerah dan berkisar antara 0,5% hingga 3% dari nilai perolehan objek pajak, tergantung pada lokasi dan jenis tanah dan/atau bangunan. Ada berbagai pengenaan BPHTB yang diberikan kepada beberapa orang pribadi dan badan, seperti pembeli rumah pertama, wajib pajak berpenghasilan rendah, dan usaha kecil dan menengah.


    Pasal 47 mengatur tentang pembayaran BPHTB, yang harus dilakukan oleh wajib pajak dalam waktu paling lambat 30 hari sejak terjadinya peristiwa yang menjadi dasar pengenaan BPHTB. Jika wajib pajak tidak membayar BPHTB sesuai dengan ketentuan, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 20% hingga 100% dari jumlah BPHTB yang belum dibayarkan. Pasal 48 mengatur tentang pengembalian BPHTB kepada wajib pajak yang ternyata tidak harus membayar BPHTB atau membayar lebih dari yang seharusnya. Pengembalian BPHTB harus dilakukan dalam waktu paling lambat 60 hari sejak permohonan diterima oleh kantor pajak daerah. Pasal 49 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak tercatat dalam dokumen pemilikan atau tidak memiliki dokumen pemilikan yang sah. Dalam hal ini, wajib pajak harus memberikan bukti kepemilikan atau hak atas tanah dan/atau bangunan yang dimiliki. Jika wajib pajak tidak dapat memberikan bukti kepemilikan atau hak yang sah, maka BPHTB dapat dikenakan berdasarkan nilai perolehan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah.


    Pasal 47 mengatur tentang pembayaran BPHTB, yang harus dilakukan oleh wajib pajak dalam waktu paling lambat 30 hari sejak terjadinya peristiwa yang menjadi dasar pengenaan BPHTB. Jika wajib pajak tidak membayar BPHTB sesuai dengan ketentuan, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 20% hingga 100% dari jumlah BPHTB yang belum dibayarkan. Pasal 48 mengatur tentang pengembalian BPHTB kepada wajib pajak yang ternyata tidak harus membayar BPHTB atau membayar lebih dari yang seharusnya. Pengembalian BPHTB harus dilakukan dalam waktu paling lambat 60 hari sejak permohonan diterima oleh kantor pajak daerah. Pasal 49 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak tercatat dalam dokumen pemilikan atau tidak memiliki dokumen pemilikan yang sah. Dalam hal ini, wajib pajak harus memberikan bukti kepemilikan atau hak atas tanah dan/atau bangunan yang dimiliki. Jika wajib pajak tidak dapat memberikan bukti kepemilikan atau hak yang sah, maka BPHTB dapat dikenakan berdasarkan nilai perolehan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah.


    Pasal 53 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. Pasal 54 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. Pasal 55 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah.


    Pasal 56 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. Pasal 57 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. Pasal 58 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah.


    Pasal 59 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. Pasal 60 mengatur tentang pengenaan BPHTB atas tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki nilai pasar yang dapat ditentukan, seperti tanah dan/atau bangunan yang tidak dapat dipergunakan secara wajar. Dalam hal ini, nilai perolehan objek pajak ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan/atau bangunan yang ditentukan oleh kantor pajak daerah. 

    LihatTutupKomentar