Pertimbangan Teknis Pertanahan: Persyaratan dan Prosedur Pelaksanaannya untuk Mendapatkan Izin Lokasi dan Sertifikat Tanah

    Pertimbangan Teknis Pertanahan: Persyaratan dan Prosedur Pelaksanaannya untuk Mendapatkan Izin Lokasi dan Sertifikat Tanah

    Pertimbangan Teknis Pertanahan: Persyaratan dan Prosedur Pelaksanaannya untuk Mendapatkan Izin Lokasi dan Sertifikat Tanah


    Penataan ruang menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penataan ruang adalah penggunaan lahan dan tanah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa kebijakan dalam bidang pertanahan dan reforma agraria, salah satunya adalah Pertimbangan Teknis Pertanahan (Pertek).


    Pertek merupakan sebuah persyaratan hukum yang harus dipenuhi untuk melakukan peralihan tanah. Pertek juga berfungsi untuk mengatur penggunaan lahan dan tanah agar tidak menyalahi aturan serta memperhatikan aspek lingkungan. Dalam hal ini, Pertek menjadi dasar hukum untuk memberikan ijin lokasi pembangunan atau perubahan penggunaan tanah.


    Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam Pertek antara lain adalah dokumen penguasaan tanah, seperti sertifikat tanah, surat pernyataan kepemilikan tanah, dan sebagainya. Selain itu, juga dibutuhkan dokumen lain seperti rencana tata ruang, analisis dampak lingkungan, dan rencana pengelolaan lingkungan.


    Prosedur dan tata cara pelaksanaan Pertek diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pertanahan. Pelaksanaan Pertek dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat, yang bertanggung jawab untuk memeriksa dokumen persyaratan dan melakukan pengukuran lapangan untuk menentukan batas-batas lahan.


    Dengan adanya Pertek, diharapkan penggunaan lahan dan tanah dapat diatur dengan baik dan tidak menyalahi aturan serta memperhatikan aspek lingkungan. Sehingga, dapat dihindari kerusakan lingkungan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, kebijakan Pertek juga dapat membantu dalam mencapai tujuan reforma agraria yang ada di Indonesia, yaitu memperbaiki sistem pertanahan, mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah, serta meningkatkan produktivitas pertanian.


    Dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan, pemerintah perlu terus memperkuat kebijakan-kebijakan yang ada, termasuk Pertek. Hal ini penting untuk memastikan penggunaan lahan dan tanah yang sesuai dengan peruntukannya, sehingga dapat tercipta lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.


    Pertimbangan teknis pertanahan merujuk pada proses pengukuran dan penentuan batas-batas tanah secara tepat dan akurat, serta memperhitungkan faktor-faktor teknis terkait tanah tersebut, seperti topografi, kelas tanah, kondisi tanah, dan lain sebagainya. Pertimbangan teknis pertanahan menjadi penting dalam proses pengadaan, pengalihan, dan pemanfaatan tanah, termasuk dalam kebijakan reforma agraria dan redistribusi tanah. Dalam hal ini, pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan pertimbangan teknis pertanahan adalah Kepala Kantor Pertanahan setempat.


    Dasar hukum Pertimbangan Teknis Pertanahan (PerTek) adalah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Pertimbangan Teknis Pertanahan pada Kegiatan Penataan Ruang dan Pemanfaatan Tanah. PerTek ini menjadi acuan bagi instansi terkait dalam melakukan pertimbangan teknis terhadap rencana kegiatan penataan ruang dan pemanfaatan tanah, yang meliputi aspek kepemilikan, penguasaan, dan status tanah. Selain itu, dalam PerTek juga diatur tentang persyaratan, prosedur, dan tata cara pelaksanaan pertimbangan teknis pertanahan.


    Beberapa persyaratan pertek antara lain:

    1. Peta lokasi dan batas-batas wilayah yang akan diukur.
    2. Surat pernyataan dari pemilik tanah atau kuasanya bahwa mereka memberikan izin untuk dilakukan pengukuran.
    3. Surat kuasa dari pemilik tanah atau kuasanya jika pengukuran dilakukan oleh pihak ketiga.
    4. Identitas lengkap dari pihak yang melakukan pengukuran.
    5. Alat dan bahan pengukuran yang digunakan.
    6. Laporan hasil pengukuran dan peta hasil pengukuran.

    Persyaratan tersebut dapat berbeda-beda tergantung dari peraturan daerah dan jenis pengukuran yang akan dilakukan.


    Pelaksanaan pertimbangan teknis pertanahan mengacu pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Pertimbangan Teknis Pertanahan, yang meliputi beberapa tahapan, yaitu:

    • Persiapan permohonan
    • Pemohon menyusun permohonan pertimbangan teknis pertanahan yang memuat data-data teknis dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan jenis pertimbangan teknis yang diajukan.
    • Pemohon menyampaikan permohonan ke kantor pertanahan setempat.
    • Pemeriksaan administrasi
    • Pihak kantor pertanahan melakukan pemeriksaan administrasi terhadap permohonan yang diajukan.
    • Jika dokumen yang disampaikan belum lengkap atau tidak memenuhi persyaratan, pemohon akan diminta untuk melengkapinya.
    • Pemeriksaan lapangan
    • Setelah dokumen administrasi lengkap, pihak kantor pertanahan akan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan keterangan yang disampaikan oleh pemohon di dalam permohonan benar adanya.
    • Dalam pemeriksaan lapangan, pihak kantor pertanahan dapat meminta bantuan dari ahli teknis yang berkompeten.
    • Pertimbangan teknis
    • Setelah pemeriksaan administrasi dan lapangan selesai, pihak kantor pertanahan akan melakukan pertimbangan teknis yang meliputi pemeriksaan keabsahan hak atas tanah, batas-batas tanah, dan kondisi teknis lainnya.
    • Pertimbangan teknis dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan berkompeten di bidangnya.
    • Penerbitan hasil pertimbangan
    • Setelah pertimbangan teknis selesai dilakukan, pihak kantor pertanahan akan menerbitkan hasil pertimbangan teknis pertanahan dalam bentuk sertifikat pertimbangan teknis pertanahan.
    • Sertifikat pertimbangan teknis pertanahan ini akan menjadi salah satu syarat bagi pemohon untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah.

    Namun, tata cara pelaksanaan pertimbangan teknis dapat berbeda-beda tergantung dari kebijakan masing-masing kantor pertanahan dan peraturan daerah setempat. Oleh karena itu, sebaiknya pemohon menghubungi kantor pertanahan setempat untuk informasi lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pertimbangan teknis pertanahan yang berlaku di daerah tersebut.


    PENATAAN RUANG

    Penataan ruang adalah suatu konsep dalam perencanaan yang berkaitan dengan cara mengatur ruang atau wilayah secara efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan penghuninya. Penataan ruang mencakup aspek-aspek seperti penggunaan lahan, transportasi, infrastruktur, dan fasilitas umum.


    Penataan ruang sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ruang yang tertata dengan baik dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti berbelanja, berolahraga, bekerja, dan lain sebagainya. Selain itu, penataan ruang yang baik juga dapat meningkatkan kesehatan dan kenyamanan penghuninya.


    Namun, penataan ruang yang buruk dapat mengakibatkan dampak yang merugikan bagi penghuninya, seperti kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan peningkatan tingkat kejahatan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang matang dan pengelolaan yang baik untuk mencapai tujuan penataan ruang yang baik.


    Pemerintah biasanya memiliki peran penting dalam penataan ruang, baik dalam pembuatan kebijakan maupun pelaksanaannya. Namun, partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan dalam penataan ruang, karena mereka adalah penghuni sekaligus pengguna ruang yang diatur. Dengan partisipasi aktif dari masyarakat, penataan ruang yang baik dapat tercapai lebih efektif dan efisien.


    Beberapa inovasi yang dapat diterapkan dalam penataan ruang antara lain:

    1. Penerapan Teknologi Smart City: Teknologi ini dapat membantu pengelolaan infrastruktur kota dan meningkatkan kualitas hidup warga dengan cara yang lebih efektif dan efisien.
    2. Penggunaan Material Ramah Lingkungan: Dalam penataan ruang, penggunaan material yang ramah lingkungan seperti bahan bangunan daur ulang atau bahan-bahan yang memiliki dampak lingkungan yang rendah dapat membantu dalam penghematan sumber daya alam dan memperbaiki kualitas lingkungan.
    3. Desain Arsitektur yang Inovatif: Dengan mengembangkan desain arsitektur yang inovatif, kota dapat memiliki tampilan yang menarik dan menjadi tujuan wisata, sekaligus meningkatkan kualitas hidup penduduk.
    4. Pemanfaatan Lahan Terabaikan: Pemanfaatan lahan terabaikan seperti lahan bekas pabrik, ladang kosong atau tempat parkir yang tidak terpakai dapat digunakan sebagai lahan terbuka hijau atau ruang publik yang bermanfaat bagi warga.
    5. Penerapan Konsep Pembangunan Berkelanjutan: Konsep pembangunan berkelanjutan dalam penataan ruang dapat membantu menjaga keseimbangan antara pembangunan dan lingkungan serta memastikan ketersediaan sumber daya alam bagi generasi mendatang.


    apa itu pembangunan berkelanjutan

    Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah konsep pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Konsep ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pembangunan sosial, dan konservasi lingkungan yang berkelanjutan.


    Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menciptakan sebuah sistem yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial, sambil memperhatikan efeknya terhadap lingkungan alamiah. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti penggunaan sumber daya alam, polusi, dan perubahan iklim.


    Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pengembangan infrastruktur dan penataan ruang harus dilakukan dengan mempertimbangkan efek jangka panjangnya terhadap lingkungan. Pembangunan harus diarahkan pada penggunaan sumber daya yang efisien dan ramah lingkungan, serta memperhatikan kepentingan masyarakat dan konservasi lingkungan.


    bagaimana penataan ruang dapat mengatur agar tidak memasuki wilayah kawasan hutan yang dimana masyarakat memasuki wilayah kawasan hutan sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan

    Penataan ruang dapat mengatur agar tidak terjadi pembukaan lahan liar atau perambahan hutan oleh masyarakat yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:


    Identifikasi dan penetapan kawasan hutan

    Pemerintah perlu melakukan identifikasi dan penetapan kawasan hutan yang jelas dan tegas. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui batas-batas kawasan hutan yang tidak boleh diinjak atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.


    Penegakan hukum

    Pemerintah perlu menegakkan hukum dengan tegas untuk menghindari pelanggaran di kawasan hutan. Ini dilakukan dengan memberikan sanksi dan hukuman yang sesuai bagi pelanggar.


    Pengawasan dan pemantauan

    Pemerintah perlu melakukan pengawasan dan pemantauan secara teratur untuk mencegah adanya aktivitas illegal di kawasan hutan.


    Edukasi Masyarakat

    Pemerintah perlu memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, termasuk menjaga kawasan hutan yang merupakan sumber keanekaragaman hayati dan sumber air yang penting bagi kehidupan manusia.


    Dengan melakukan langkah-langkah tersebut di atas, diharapkan masyarakat akan memahami dan sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, termasuk menjaga kawasan hutan yang merupakan sumber keanekaragaman hayati dan sumber air yang penting bagi kehidupan manusia.


    jika ada masyarakat yang membuat pemukiman dikawasan hutan

    Jika ada masyarakat yang membuat pemukiman di kawasan hutan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penegakan hukum. Pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap masyarakat yang melanggar undang-undang dan membangun di kawasan hutan yang seharusnya dilindungi.


    Selain itu, pemerintah juga dapat melakukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian hutan dan dampak negatif dari pembangunan di kawasan hutan. Dengan cara ini, diharapkan masyarakat dapat mengubah perilaku mereka dan mengurangi tindakan pembangunan yang merusak lingkungan.


    Di samping itu, pemerintah dapat memberikan alternatif lahan atau tempat tinggal bagi masyarakat yang sebelumnya tinggal di kawasan hutan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa masyarakat tetap mendapatkan tempat tinggal yang layak tanpa harus merusak lingkungan hutan.


    terkait kebijakan reforma agraria dan redistribusi tanah, pelepasan kawasan hutan harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan pertimbangan yang matang terhadap dampak lingkungan dan sosialnya. Pemberian sertifikat tanah di kawasan hutan juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan perlindungan lingkungan, serta memastikan bahwa penggunaan tanah tersebut tidak merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada di kawasan hutan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan semua pihak yang terkait dalam proses pengambilan keputusan, termasuk masyarakat lokal dan ahli lingkungan, dan melakukan evaluasi dampak lingkungan yang komprehensif sebelum melakukan pelepasan kawasan hutan atau memberikan sertifikat tanah di kawasan hutan.


    Redistribusi Tanah

    Redistribusi tanah adalah proses pembagian ulang hak atas tanah dari pemilik yang memiliki luas tanah yang besar kepada petani atau masyarakat yang memiliki kebutuhan dan kapasitas dalam mengelola lahan tersebut. Redistribusi tanah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat di pedesaan dengan memberikan akses yang lebih luas kepada mereka untuk memiliki dan mengelola tanah.


    Proses redistribusi tanah dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pembebasan tanah dari pemilik yang memiliki lahan yang tidak produktif atau tidak memenuhi syarat legalitas yang berlaku, pengakuan hak atas tanah kepada masyarakat adat yang telah mengelola tanah tersebut secara turun temurun, serta pembelian dan pengalihan hak atas tanah dari pemilik tanah yang bersedia menjual tanahnya kepada masyarakat yang membutuhkan.


    Dalam konteks negara berkembang, redistribusi tanah seringkali dikaitkan dengan reforma agraria, yaitu serangkaian kebijakan pemerintah untuk mengubah struktur agraria yang tidak adil dan tidak berkelanjutan. Reforma agraria bertujuan untuk mencapai redistribusi tanah, pemberdayaan petani dan masyarakat di pedesaan, dan peningkatan produksi dan produktivitas pertanian secara berkelanjutan.


    Namun, proses redistribusi tanah dan reforma agraria seringkali bertentangan dengan kepentingan pemilik tanah besar dan kebijakan politik yang mendukung mereka. Oleh karena itu, implementasi redistribusi tanah dan reforma agraria seringkali mengalami berbagai tantangan dan hambatan.


    larangan peralihan tanah tanpa izin kepala kantor pertanahan 

    Dasar hukum larangan peralihan tanah tanpa izin kepala kantor pertanahan terkait sertifikat redistribusi tanah adalah Pasal 21 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (PD 5/1960), yang menyatakan bahwa "segala hak atas tanah hanya dapat diperoleh atas dasar hak dan peraturan yang berlaku menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".


    Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menetapkan bahwa setiap peralihan hak atas tanah harus didaftarkan di kantor pertanahan setempat, dan sertifikat tanah merupakan bukti sah atas hak milik atau hak atas tanah.


    Dalam hal redistribusi tanah, sertifikat tanah yang diberikan harus didaftarkan ke kantor pertanahan untuk mencatat hak atas tanah yang dialihkan tersebut. Peralihan hak atas tanah tanpa izin kepala kantor pertanahan setempat dapat dikenakan sanksi berupa pembatalan hak atas tanah atau penggantian biaya yang timbul akibat perbuatan tersebut.


    Larangan peralihan tanah tanpa izin kepala kantor pertanahan terkait sertifikat redistribusi tanah adalah larangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Perubahan, dan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Hak Harta Bersama serta Pendaftaran Tanah.


    Pada dasarnya, larangan ini berarti bahwa sebelum sebuah tanah dapat dialihkan atau dipindahtangankan, pihak yang berkepentingan harus memperoleh izin dari kepala kantor pertanahan setempat. Izin ini biasanya dalam bentuk sertifikat tanah atau hak atas tanah yang sah secara hukum.


    Larangan peralihan tanah tanpa izin kepala kantor pertanahan terkait sertifikat redistribusi tanah ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap transaksi kepemilikan tanah dilakukan secara sah dan tercatat dengan baik. Dengan demikian, dapat mencegah terjadinya sengketa lahan dan permasalahan hukum lainnya di kemudian hari.


    Secara umum, dasar hukum jika kepala kantor pertanahan memberikan izin terkait peralihan tanah adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun, jika izin tersebut diberikan tanpa memenuhi persyaratan sertipikat redistribusi tanah, maka izin tersebut tidak sah dan bertentangan dengan UUPA dan peraturan perundang-undangan terkait.


    Dasar hukum bagi kepala kantor pertanahan untuk memberikan izin terkait larangan peralihan tanah tanpa ijin kepala kantor pertanahan terkait sertipikat redistribusi tanah adalah UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (PDPPA) dan UU No. 20 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Tanah. Kepala kantor pertanahan harus memastikan bahwa sertipikat tanah yang akan diterbitkan telah melalui proses redistribusi tanah yang benar dan telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut.


    Jika kepala kantor pertanahan memberikan izin tanpa mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Ini dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius bagi kepala kantor pertanahan, seperti sanksi pidana, pencopotan dari jabatan, dan tuntutan hukum dari pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, penting bagi kepala kantor pertanahan untuk selalu mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku dalam hal penerbitan sertipikat tanah.


    Pasal-pasal yang terkait dengan peraturan tersebut antara lain:

    1. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang menyatakan bahwa setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan dengan akta otentik yang dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah yang berwenang.
    2. Pasal 22 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa tanah hak, tanah ulayat, dan tanah adat tidak dapat dialihkan haknya kepada pihak lain, kecuali dengan izin dari pihak yang berwenang.
    3. Pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa setiap peralihan hak atas tanah harus didaftarkan dalam bentuk sertipikat tanah.
    4. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Izin Pemanfaatan Tanah pada Kawasan Hutan, yang menyatakan bahwa pemanfaatan tanah pada kawasan hutan harus mendapatkan izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
    5. Pasal 16 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa setiap peralihan hak atas tanah wajib didaftarkan dalam bentuk sertipikat tanah.


    Ijin lokasi

    Ijin lokasi adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengusaha atau investor sebelum mendirikan suatu usaha atau proyek. Ijin ini diberikan oleh pemerintah daerah setelah melalui tahapan penilaian terhadap kelayakan dan dampak lingkungan dari proyek atau usaha yang akan didirikan. Ijin lokasi memiliki tujuan untuk menjaga keteraturan ruang dan mencegah tumpang tindih antar usaha atau proyek, serta memastikan bahwa kegiatan usaha atau proyek tersebut sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Proses penerbitan ijin lokasi dilakukan oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan tata ruang dan pemanfaatan wilayah, seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) atau Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim).


    Reforma agraria adalah serangkaian kebijakan dan tindakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan sistem kepemilikan dan penguasaan tanah yang tidak adil, tidak merata, dan tidak berkelanjutan. Reforma agraria bertujuan untuk menciptakan distribusi tanah yang lebih merata, memperbaiki kesejahteraan petani, meningkatkan produktivitas pertanian, dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Reforma agraria umumnya dilakukan melalui upaya seperti pengadaan, redistribusi, dan reformasi tanah, serta pembaruan peraturan dan kebijakan agraria. Tujuannya adalah untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi dalam sistem penguasaan dan penggunaan tanah.


    Kawasan tertentu adalah wilayah atau daerah yang memiliki kekhasan dan karakteristik tertentu yang membedakannya dari wilayah atau daerah lainnya. Kawasan tertentu dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria seperti kondisi geografis, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, serta aspek lainnya yang menjadi ciri khas wilayah tersebut. Contoh dari kawasan tertentu adalah kawasan pegunungan, kawasan hutan, kawasan pesisir, kawasan industri, kawasan permukiman, dan sebagainya. Pengelolaan kawasan tertentu harus dilakukan secara khusus dan terkoordinasi dengan baik agar tercapai tujuan pengelolaan yang diinginkan.


    TORA adalah singkatan dari Tanah Objek Reforma Agraria. Program TORA merupakan upaya untuk memberikan akses dan hak atas tanah bagi masyarakat yang kurang mampu dan belum memiliki hak atas tanah di wilayah pedesaan. Program ini meliputi pemberian sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat yang memenuhi persyaratan, seperti berstatus sebagai petani atau masyarakat adat. TORA bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui penguatan hak atas tanah dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

    LihatTutupKomentar