ALAS HAK PADA PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI



    ALAS HAK PADA PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI 

    Pendaftaran tanah pertama kali di Sulawesi tengah sangat berbeda dengan di Jawa yang ada sistem konversi, sedangkan di Sulawesi Tengah adalah tanah bekas swapraja yang menjadi tanah negara, sehingga alas hak yang berasal dari tanah negara, kebanyakan menggunakan alas hak berupa SKPT (Surat Keterangan Penguasaan Atas Tanah) yang menjadi masalah bahwa SKPT ini tidak diakui oleh pengadilan sebagai Alas Hak Dasar Penguasaan Atas Tanah, yang jika dikemudian hari timbul sengketa tanah dan digugat di Pengadilan kekuatan pembuktian SKPT sangat lemah. SKPT yang dibuat oleh Kepala Desa tingkat kebenarannya masih dipertanyakan karena biasanya riwayatnya tidak jelas, sistem pengadministrasiannya masih belum baik.


    SKT (Surat Keterangan Tanah), SKGR (Surat Keterangan Ganti Rugi) sebenarnya hanya diperuntukan kepada masyarakat yang baru pertama kali membuka lahan kosong yang dimana dari pihak desa menerbitkan SKT yang sekarang dikenal dengan SKPT. Sedangkan tindakan yang berkaitan perbuatan hukum seharusnya tidak diterbitkan SKT melain Surat Penyerahan/Akta Penyerahan yang dibuat dan diterbitkan dihadapan pejabat yang berwenang.


    Cara Memperoleh Hak Milik

    Cara memperoleh hak milik ditentukan dalam Pasal 584 Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu. Jadi Pasal 584 secara liminatif menyebutkan secara liminatif cara-cara memperoleh hak milik yaitu pendakuan, ikutan atau perlekatan, lampaunya waktu atau kadalurarsa, Pewarisan. Penyerahan atau lavering.


    Apa yang dimaksud dengan pewarisan

    Pewarisan ialah memperoleh hak milik dengan cara mendapat bagian dari pewaris. Apabila pewaris meninggal dunia, demi hukum harta kekayaannya berpindah menjadi milik ahli waris (asas saisine)


    Penyerahan atau Lavering

    Cara yang paling penting dan yang paling sering terjadi dalam masyarakat adalah memperoleh hak milik melalui penyerahan (Lavering). Penyerahan adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu . jadi penyerahan diperlakukan apabila hak milksuatu benda dipindahkan kepada orang lain oleh pemiliknya tau atas namanya.


    Menurut sistim hukum perdata dalam KUH pdt perjanjian yang tujuannya memindahkan hak milik seperti jual beli, hibah dan tukar menukar harus diikuti dengan perbuatan hukum yang namanya penyerahan, karena perjanjian-perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang bersifat Obligatoir. Artinya hanya melahirkan kewajiban saja, yakni kewajiban penghibah dan pemilik benda yang ditukar untuk menyerahkan barangnya, sebaliknya pembeli wajib membayar harga barang dan penukar wajib menyerahkan benda miliknya yang ditukar . berpindahnya hak milik benda setelah adanya penyerahan.


    Penyerahan benda tidak bergerak selain tanah harus dilakukan dengan akte outentik, sedangkan penyerahan hak milik atas tanah (Untuk tanah yang telah bersertipikat)  dilakukan dengan cara balik nama  di BPN ( Badan Pertanahan Nasional). Penyerahan demikian disebut dengan Yuridis Lavering atau penyerahan secara yuridis. 


    Agar penyerahan itu sah maka harus memenuhi syarat-sayarat:(KOMARIAH, S.H, 2004)

    1. harus ada perjanjian yang Zakelijk, yaitu perjanjian yang prestasinya (objeknya) memindahkan hak milik, misalnya balik nama
    2. harus ada titel (alas hak) yakni hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan atau peralihan barang, misalnya jual beli.
    3. Harus dilakukan oleh orang yang memang menguasai benda tadi (Asas nemoplus)
    4. Harus ada penyerahan nyata


    Perjanjian kebendaan

    Perjanjian kebendaan merupakan perjanjian yang dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang undangan, timbul karena kesepakatan dari dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan diri dan ditunjukan untuk menimbulkan, beralih, berubah atau berakhirnya suatu hak kebendaan. Pada umumnya, terbentuknya perjanjian di bidang kebendaan, khusunya untuk benda tetap, dipersyaratkan selain kata sepakat, juga bahwa perjanjian tersebut dibuat dalam akta yang dibuat dihadapan pejabat tertentu yang diikuti dengan pendaftaran atau balik nama dari perbuatan hukum berdasarkan akta tersebut pada register umum dengan penyerahan hak kebendaan. Peralihan yang berkaitan dengan benda bergerak bertubuh atau berwujud tidak memerlukan akta, tetapi cukup dengan penyerahan nyata dan kata sepakat adalah unsur yang paling menentukan unuk adanya perjanjian tersebut.(Alamari, 2020)

    Perjanjian kebendaan bersifat riil dan formil. Perjanjian riil adalah yang mensyaratkan tidak hanya kata sepakat, tetapi juga sekaligus penyerahan objek perjanjian atau bendanya dimana penyerahan benda bukanlah prestasi, melainkan unsur tidak terpisahkan dari perjanjian riil. Pada umumnya perjanjian terbentuk secara konsesuil bukan formil. Namun, Undang-undang memberikan suatu perkecualian dengan menentukan selain adanya kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu bagi pembentukan beberapa jenis perjanjian tertentu.(Alamari, 2020)

    Dokumen hukum sebagai dasar perbuatan hukum dan pendafataran hak atas tanah dalam perjanjian kebendaan dilakukan dengan peralihan hak atas tanah dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Peralihan hak terdiri dari jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, warisan, lelang, pemberian Hak Pakai, pemberian Hak Guna Bangunan, dan pemberian Hak Tanggungan. Pemeliharaan data pendaftaran tanah terdiri dari perubahan mengenai haknya, perubahan mengenai subjeknya dan perubahan mengenai tanahnya. Pembuktian hak dalam peralihan hak atas tanah dijelaskan dalam pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.(Alamari, 2020)



    Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah baru dibuktikan dengan:(Alamari, 2020)

    a. Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah tengara atau tanah hak pengelolaan. 

    b. Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang Hak Milik kepada penerima hak yang bersangkuta apabila Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik. 

    c. Hak Pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian Hak Pengelolaan oleh pejabat yang berwenang. 

    d. Tanah wakaf dibuktikan dengan Akta Ikrar Wakaf. 

    e. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun dibuktikan dengan akta pemisahan. Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan aka Pemberian Hak Tanggungan. 


    Untuk keperluan pendaftaran tanah, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak

    hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan/atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupate/Kota setempat dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak, dan hak-hak lain yang membebaninya.10 Permohonan untuk mendaftar hak lama disertai dengan dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan yaitu:(Alamari, 2020) 

    1. Grosse akta hak eigendom yaitu diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (stb. 1834-27) yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau 
    2. Grosse akta hak eigendom yaitu diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (stb. 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan, atau 
    3. Surat tanda milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau 
    4. Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 19569, atau 
    5. Surat Keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum maupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, atau 
    6. Petuk Pajak Bumi/ Landrente, girik, pipil, kekitir, dan verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, atau 
    7. Akta Pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kepala Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 
    8. Akta Pemindahan hak yang dibuat dengan akta PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 
    9. Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau 
    10. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 
    11. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau 
    12. Surat Keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau 
    13. Lain-lain bentuk pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II, VI, dan VII Ketentuan-ketentuan konversi UUPA. 

    Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya sekurang-kurangnnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua. Permohonan tersebut harus disertai dengan:

    1. Surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai berikut: 

    • a. Bahwa pemohon menguasai secara nyata tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau pihak-pihak lain yang telah menguasainya, sehingga waktu penguasaan pemohonan dan pendahulunnya tersebut berjumlah 20 (dua puluh) tahun atau lebih; 
    • b. Bahwa penguasaan tanah itu dilakukan dengan itikad baik; 
    • c. Bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat/kelurahan yang bersangkutan; atau 
    • d. Bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa; 
    • e. Bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan, penandatanganan bersedia dituntut dimuka hakim secara pidana maupun perdata karena keterangan palsu. 

    2. Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurang-kurangnnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di Desa/Kelurahan letak tanah yang bersagkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon sampai derajat kedua baik dalam kekerabayan vertical maupun horizontal, yang membenarkan apa yang dinyatakan oleh pemohon dalam surat pernyataan diatas. 


    JUAL BELI

    Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan suatu perbuatan di mana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikhendaki secara sukarela. Berdasarkan pengertian dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya. Meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harga belum dibayar.

    Jual beli atas tanah adalah suatu perjanjian mengenai suatu benda yang harus diserahkan oleh satu pihak kepada pihak lain, hak atas kebendaan tersebut baru tercipta apabila benda tersebut sudah diserahkan. Dalam Pasal 37 ayat (1) menentukan bahwa, jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Penyerahan benda dituangkan dalam akta PPAT merupakan dasar perbuatan hukum dalam jual beli hak atas tanah dan pendaftaran tanah.

    Surat keterangan tanah adalah salah satu jenis surat tanah untuk menerangkan status riwayat tanah yang ditunjuk untuk dilakukan penelitian berdasarkan data fisik dan yuridisnya. Surat keterangan tanah digunakan untuk membuktikan seseorang dapat mengakui tanah tersebut maka dikeluarkan surat keterangan tanah/surat keterangan pengusaaan tanah.15 Surat keterangan tanah digunakan untuk mendukung bukti hak lama dalam hal ini tanah adat dikarenakan bukti hak tidak lengkap dengar berlandaskan keterangan Kepala Desa/Lurah yang diambil dari Letter C. 


    Setiap perbuatan yang dimaksudkan memindahkan Hak Milik atas tanah dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.16 Dalam hal jual beli tanah, dengan peralihan hak menggunakan sertifikat tanah yang akan dibeli merupakan tanah yang belum bersertifikat, maka sebelum melakukan proses jual beli tanah haruslah mengecek kepastian kepemilikan hak tersebut. Setelah pengecekan maka akta jual beli akan dibuatkan oleh PPAT. 


    Surat keterangan tanah yang digunakan sebagai bukti permulaan atau bukti hak merupakan tanah bekas hak adat dimana pihak yang berwewenang menentukan tanah bekas hak milik adat adalah Kepala Desa/Lurah dengan melihat Letter C yang dimilikinya. Jika tidak dapat dibuktikan dengan keterangan berdasarkan Letter C maka tidak dapat dikatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah adat. Surat keterangan tanah dipergunakan untuk tanah yang tidak lagi mempuyai bukti kepemilikan atas tanah sebagai pernyataan sporadik. Sporadik adalah surat pernyataan fisik tanah, dimana surat tersebut nantinya ditidak lanjuti untuk memastikan kebenaran isi surat tersebut oleh panitia adjudikasi. 

    Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya sekurang-kurangnnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua(Alamari, 2020)

    Ada 2 (dua) cara dalam mendapatkan ataupun memperoleh hak milik, yakni: 

    • Dengan pengalihan, yang meliputi beralih dan dialihkan. Dalam hal ini berarti ada pihak yang kehilangan yaitu pemilik semula dan pihak lain yang mendapatkan suatu hak milik. 
    • Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 22, yaitu: 

    1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti terjadinya hak milik tersebut, diawali dengan hak seorang warga untuk membuka hutan dalam lingkungan wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan Kepala Desa. Dengan dibukanya tanah tersebut, belum berarti orang tersebut langsung memperoleh hak milik. Hak milik akan dapat tercipta jika orang tersebut memanfaatkan tanah yang telah dibukanya, menanami dan memelihara tanah tersebut secara terus menerus dalam waktu yang sangat lama. Dari sinilah hak milik dapat tercipta, yang sekarang diakui sebagai hak milik menurut UUPA. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah. 
    2. Terjadinya hak milik karena penetapan pemerintah, yaitu yang diberikan oleh pemerintah dengan suatu penetapan menurut cara dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini berarti pemerintah memberikan hak milik yang baru sama sekali. Pemerintah juga dapat memberikan hak milik berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada. Misalnya dengan peningkatan dari Hak Guna Usaha menjadi Hak Milik, Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, Hak Pakai menjadi Hak Milik.(Azhari, 2019)



    Pendaftaran Tanah

    Sejalan dengan usaha-usaha untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum hak kepemilikan atas tanah serta dalam rangka reformasi pendaftaran tanah, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 19 UUPA yang menyatakan:

    (1)  Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 

    (2)  Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: 

    • a. pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah; 
    • b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; 
    • c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

     (3)  Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria. 


    Dengan demikian reformasi pendaftaran tanah merupakan landasan hukum untuk melaksanakan amanat UUPA. Reformasi pendaftaran tanah ini sangat penting mengingat bahwa di Indonesia salah satu penyebab timbulnya masalah pertanahan sebagian besar disebabkan karena belum terdaftarnya tanah-tanah. Dari sekitar 55 juta bidang tanah saat ini, yang diperkirakan akan berkembang menjadi 75 juta bidang pada akhir Pembangunan Jangka Panjang II tahun 2018, baru sekitar sepertiganya yang telah didaftar sejak jaman kolonial Belanda dulu. 


    Dalam kaitannya dengan peralihan hak atas tanah melalui transaksi jual beli tanah merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan masyarakat.  Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dapat diketahui bahwa untuk peralihan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yang dibuat oleh seorang pejabat umum yang disebut dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang diangkat oleh pemerintah. Sehingga peralihan hak atas tanah tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. 


    Pada prakteknya apabila seseorang atau warga masyarakat yang ingin mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu, dikarenakan hutan yang demikian luas dan tidak tergarap oleh siapapun maka seseorang bisa saja membuka hutan sesuai dengan keinginannya. Sedangkan pemerintah pada waktu itu membiarkan saja karena dianggap untuk kehidupan warga disekitarnya. Dengan dikeluarkannya UUPA maka dalam hal kebebasan membuka hutan diatur lebih lanjut dikarenakan kemajuan dan pembangunan makin menghendaki pembukaan hutan. Disamping belum tuntasnya pendaftaran tanah dan hak milik sehingga kadangkala terjadi berdempetan baik karena disengaja oleh masyarakat dan tidak diketahui oleh aparat pemerintah yang bertugas dibidang itu sehingga kejadian ini menimbulkan persengketaan yang bisa menghambat kegiatan pembangunan. Untuk mengatasi hal ini barulah terasa sekarang betapa pentingnya pendaftaran tanah dan memiliki hak-hak atas tanah. 


    Berdasarkan kedudukannya tanah terbagi menjadi tanah yang bersertipikat dan tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang bersertipikat adalah tanah yang memiliki hak dan telah terdaftar di kantor pertanahan sedangkan tanah yang belum bersertipikat merupakan tanah yang belum memiliki hak tertentu dan status tanahnya masih merupakan tanah negara. Biasanya tanah-tanah milik negara yang telah dikuasai dan digarap oleh masyarakat secara turun temurun memiliki bukti surat keterangan tanah dari kepala desa atau lurah sebagai bukti awal sebelum bersertipikat. 

    Sebagaimana tercantum dalam penjelasan dari Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, terdapat alat bukti tertulis untuk dapat membuktikan kepemilikan atas tanah yang dapat digunakan bagi pendaftaran hak-hak lama dan merupakan dokumen yang lengkap untuk kepentingan pendaftaran tanah antara lain akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.(Wasono, 2017)


    Surat Keterangan Pendaftaran Tanah

    Surat Keterangan Tanah atau sekarang disebut dengan Surat Keterangan Penguasaan Tanah yang mana merupakan alas hak yang banyak dipergunakan di berbagai daerah. Surat Pengusaan yang dahulunya dikuasai oleh seseorang diterbitkan surat oleh Kepada Desa/Lurah berupa ijin tebas tebang, untuk membuktikan mereka dapat mengakui tanah tersebut maka dikeluarkan Surat keterangan tanah/Surat Keterangan Pengusaaan Tanah. Kemudian penggarap hendak menjual tanah ini, oleh para pihak ke desa buktinya adalah ganti rugi dari segala hal yang telah dikeluarkan oleh pengarap tersebut maka dirancanglah oleh perangkat desa mengenai ganti rugi hingga sekarang disebut dengan surat keterangan ganti rugi. Hal ini terjadi setelah tahun 1970-an ke atas sehingga surat keterangan tanah yang terbit sebelum tahun 1970 tidaklah ada. Surat keterangan ganti rugi ini dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang tanahnya diganti rugi (penggarap) dan pihak yang memberi kerugian (pembeli). Prosesnya cukup sederhana, dimulai dengan kesaksian ketua Rukun Tetangga (RT), ketua Rukun Warga (RW), kemudian diketahui oleh Kepala Desa, disetujui oleh Kepala Desa atau Lurah dan seterusnya dikuatkan oleh Camat serta saksi-saksi. Proses mendapatkan hak milik atas tanah seperti ini jika merujuk pada undangundang pokok agraria, surat keterangan tanah merupakan proses awal atau alas hak untuk mendapatkan sertipikat hak atas tanah. Namun dengan mengantongi surat keterangan tanah tersebut masyarakat merasa haknya sudah aman dan terlindungi meskipun dalam praktek penerbitan Surat Keterangan Penguasaan Tanah banyak hal negatif yang dijumpai. Surat Keterangan Penguasaan Tanah ini diakui juga oleh pemerintah sebagai salah satu bukti dalam pengajuan sertipikat bagi hak milik untuk mendapatkan suatu hak berdasarkan UUPA. Masyarakat lebih memilih memakai Surat Keterangan Penguasan Tanah yang dibuat oleh Lurah harganya lebih terjangkau.,(Wasono, 2017)


    Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan: 

    1. surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan 
    2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum besertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan;


    Berdasarkan bunyi Pasal 39 ayat (1) huruf b angka (1) dan angka (2) dapat dipahami bahwa Kepala Desa/lurah berwenang untuk membuat surat keterangan yang menguatkan sebagai bukti hak dengan yang bersangkutan yang menguasai bidang Tanah tersebut. Untuk daerah-daerah Kecamatan di luar kota tempat kedudukan Kantor Pertanahan, surat Keterangan Kepala Kantor Pendaftaran tanah dapat dikuatkan dengan surat pernyatan Kepala Desa.(Wasono, 2017)


    Berdasarkan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki oleh masyarakat yang berupa surat keterangan tanah/surat keterangan penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Lurah/Kepala Desa yang disahkan oleh Kecamatan setempat berdasarkan Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dikategorikan sebagai alas hak yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah, oleh karena itu apabila terjadi kesalahan atau adanya cacat hukum dalam penerbitan alas hak tersebut akan berakibat batal atau tidak sahnya sertipikat yang diterbitkan karena kesalahan prosedur penerbitan sertipikat.(Wasono, 2017)


    Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa walaupun Surat Keterangan Penguasaan  tanah merupakan alat bukti tertulis di bawah tangan yang kekuatan pembuktiannya tidak sekuat akta otentik, namun karena Surat keterangan tanah tersebut merupakan surat-surat yang dikategorikan alas hak atau data yuridis atas tanah yang dijadikan syarat kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan pertanahan, maka Surat keterangan pengusaan tanah tersebut merupakan dokumen yang sangat penting dalam proses penerbitan sertipikat hak atas tanah. Kekuatan hukum surat keterangan tanah Kepala Desa dalam transaksi jual beli tanah ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, berkekuatan hukum yang sah apabila diketahui oleh camat selaku pejabat pembuat akta tanah, dengan dasar hukum berdasarkan Penjelasan Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 39 ayat huruf b angka (1) dan angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat dikategorikan sebagai alas hak yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah.


    Akan tetapi setelah terbitnya Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertnanahan Nasional No 1756/15.I/IV/2016, yang mana isi dari surat edaran tersebut ialah menyederhanakan proses pendaftaran tanah, maka keberadaan surat keterangan pengusaan tanah menjadi tidak jelas.  Adapun yang menjadi tujuan terbitnya surat edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertnanahan Nasional No 1756/15.I/IV/2016 ini adalah untuk menjamin kepastian hukum atas hak tanah masyarakat dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendaftaran tanah. Mengingat  masih terdapat masyarakat yang menguasai tanah namun tidak memiliki bukti-bukti kepemilikan tanah (alas hak) secara lengkap dan bahkan sama sekali tidak mempunyai bukti kepemilikan sehingga terkendala dalam permohonan pendaftaran hak atas tanahnya.


    adanya pertimbangan Gubernur membenarkan perbuatan Hukum penyerahan hak atas tanah Negara di Propinsi Sulawesi Tengah, karena Wilayah Sulawesi Tengah merupakan bekas Daerah Swapraja/tanah swapraja dan beralih kepada Negara, atau tanah-tanah yang tidak mempunyai bukti kepemilikan tanah termasuk sebagai tanah negara, dan sesuai Pasal 2 ayat (2) UUPA, bahwa Negara berwenang untuk menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dengan perbuatan hukum mengenai tanah tersebut, dan peralihan penguasaan hak atas tanah diperlukan suatu akta otentik yaitu surat penyerahan. Kedua, Notaris ikut berperan dalam peralihan hak atas tanah Negara, dimana dalam peralihan penguasaan tanah tersebut memerlukan akta otentik, sebagai bukti penyerahannya hak penguasaan yang sah dan kuat. Pada pembuatan akta Notaris berperan pula membantu memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak yang bersepakat, hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (7) dan Pasal 15 ayat (2) huruf e dan hurut f UUJN serta Pasal 1868 KUHPerdata. Ketiga, Akibat hukum dari perbuatan akibat hukum dari perbuatan penyerahan penguasaan tanah Negara dalam masyarakat di Sulawesi Tengah, adalah menimbulkan peralihan hak penguasaan atas tanah Negara, tapi bukan peralihan pemilikan hak atas tanah karena penyerahan penguasaan tanah Negara tidak dilandasi dengan hak yang diberikan oleh Negara, pihak yang menerima penyerahan penguasaan, hanya berwenang untuk menguasai tanahnya secara fisik, yang mana penggunaannya sesuai dengan peruntukannya.


    Prosedur Peralihan Hak Milik Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat 

    Beralihnya hak milik atas tanah dari seseorang kepada orang lain dapat disebabkan oleh beberapa perbuatan hukum seperti jual beli, sewa menyewa, Gadai, Tukar Menukar, Hibah dan lain sebagainya.


    Prosedur peralihan hak milik atas tanah yang belum bersertifikat dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:1. Dimulai dengan musyawarah antara para pihak yang ingin menjual dan membeli tanah tersebut dengan melakukan tawar menawar dan menentukan harga atas tanah yang akan di jual. 2. Dengan adanya kesepakatan antara para pihak yaitu antara penjual dan pembeli ditentukan harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 3. Melakukan serah terima yang dihadiri para pihak, Kepala Desa, Ketua RT, Lurah atau Kedua adat setempat dan saksi-saksi yang dihadirkan dari perangkat desa serta disaksikan tetangga sekitar tanah yang akan dijual. 4. Sebagai alat bukti bahwa telah terjadi jual beli tanah tersebut maka dibuat pernyataan jual beli rangkap dua, lembar yang pertama adalah dibuat surat pernyataan jual beli tanah yaitu surat yang dibuat oleh pihak penjual dan pembeli tanah setelah didapatkan sebuah kesepakatan bersama, dan lembaran yang kedua berisi denah tanah yang akan dijual, kemudian kedua lembaran tersebut ditanda tangani oleh Kepala Desa, pihak penjual dan pembeli serta dua orang saksi yang dihadirkan dari perangkat desa dan disaksikan tetangga sekitar yang menjadi obyek penjual dan dibubuhi stempel dari desa dan adanya bukti pembayaran yaitu selembar kwintasi dengan menuliskan jumlah uang yang harus dibayarkan oleh pembeli kepada penjual serta dituliskan nama terang masing-masing pihak.


    Adapun peralihan hak dibawah tangan dilakukan dengan dua cara yaitu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis, dimana pengertian tertulis itu adalah setelah sepakat dan serah terima kemudian di buat surat keterangan jaul beli oleh Kepala Desa sedangkan tidak tertulis adalah hanya kesepakatan yang disaksikan keluarga, kerabat maupun tetangga yang berperan sebagai saksi.


    Prosedur tidak tertulis hanya dilakukan kesepakatan antara kedua belah pihak, dalam kesepakatan tersebut disaksikan oleh keluarga, kerabat dekat, maupun tetangga yang berperan sebagai saksi dalam proses peralihan tersebut. Sedangkan prosedur tertulis yaitu setelah dilakukannya kesepakatan , serah terima antara para pihak, selanjutkan akan dibuatkan surat keterangan jual beli oleh Kepala Desa.


    Dari penjelasan mengenai kedua prosedur tersebut dapat disimpulkan dari kedua prosedur tersebut sama-sama dilakaukan dengan kesepakatan antara para pihak, halnya saja letak perbedaanya adalah pada pembuatan surat pembuktian, jika pada prosedur tidak tertulis tidak dilakukan pembuatan surat keterangan, hanya berdasarkan kepercayaan sedangkan pada prosedur tertulis dikuatkan surat keterangan, sehingga dalam pembuktiannya kekuatan hukum pada prosedur tertulis lebih kuat pembuktiannya



    Kekuatan Hukum Alat Bukti di Bawah Tangan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat 

    Pada saat ini di Kecamatan Batukliang khususnya masyarakat Desa Barabali, peresak, Tampang Siring, Mekar Bersatu dan Beber masih memberlakukan hukum adat yang mengakibatkan adanya suatu hubungan antara masyarakat dengan tanah masih ada yang melekat, dan tidak hanya meliputi hubungan individul antara yang bersangkutan saja, bahkan juga menjelma sebagai peraturan-peraturan hukum adat. 


    Keabsahan jual beli tanah jika ditinjau dari Undang-undang ataupun peraturan pemerintah, jual beli tanah yang dianggap sah yaitu jual beli tanah dilakukan dihadapan pejabat pembuat akta tanah atau jual beli dengan akta otentik yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. 


    Akta yang dibuat Notaris memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya, karena Undang-Undang memberikan wewenang kepada Notaris untuk membuat suatu akta otentik yang fungsinya sebagai alat bukti di pengadilan jika kemudian hari terjadi sengketa diantara para pihak yang membuat akta itu.


    Akta yang dibuat oleh Notaris atau dibuat dihadapan Notaris merupakan surat alat bukti, sehingga dalam membuat suatu akta seorang Notaris harus memperhatikan norma-norma selain kode etik dan ketentuan perundang-undangan lainnya. 


    Oleh karena itu, seharusnya masyarakat melakukan jual beli dengan akta otentik atau akta yang disahkan oleh pejabat yang berwenang agar jual beli yang dilaksanakan sah demi hukum. Mengenai kekuatan hukum sertipikat sebagai tanda bukti, ketentuan Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Menyatakan: 


    “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutang”. 


    Akta dibawah tangan dapat memilik kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta autentik apabila pihak yang menandatangani surat perjanjian tersebut tidak menyangkal, yang berarti ia tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam surat perjanjian tersebut. 


    Berbicara masalah alat Bukti, dalam Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHperdata) menyatakan: 

    “maka yang disebut Bukti yaitu: 

    1. Bukti surat 

    2. Bukti saksi 

    3. Bukti sangka 

    4. Pengakuan 

    5. Sumpah 


    Alat-alat bukti tersebut dalam proses perkara di pengadilan semuanya adalah penting, tetapi dalam HIR yang menganut asas pembuktian formal, maka disini tampak bahwa bukti surat yang merupakan alat bukti tertulis merupakan hal yang sangat penting didalam pembuktian, kekuatan pembuktian mengenai alat bukti surat ini diserahkan pada kebijakan hakim.

    Kwintasi itu merupakan alat bukti dibawah tangan yang pembuktiannya itu bersifat formal saja, tidak sempurna seperti akta otentik yang pembuktiannya bersifat formal dan materil, namun surat dibawah tangan seperti kwintansi menjadi sah dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap bila tanda tangan yang tertara pada surat-surat tersebut diakui secara langsung oleh para pihak.


    Apabila terjadi suatu sengketa dan harus dibuktikan kebenarannya, para saksi yang masih hidup itulah yang akan memperkuat kebenarannya dengan memberikan kesakian, akan tetapi keberadaan saksi-saksi yang masih hidup sebenarnya memiliki kelemahan, selama meraka masih hidup kemungkinan tidak timbul kesukaran dalam memberikan suatu kesaksian.

    Jual  beli  dilakukan  dihadapan  Kepala  Desa  adalah  sah  menurut  hukum, bilamana dipenuhi syarat-syarat materilnya yang disebutkan diatas. Jual beli yang dilakukan di hadapan Kepala Desa memenuhi syarat terang, artinya tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tetapi Kantor Pertanahan akan menolak untuk mendaftarkannya.

    Sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 ayat (3)   PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 yaitu jika alat  bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya salama 20 tahun, bisa di daftarkan asal diperkuat dengan yang namanya sporadik oleh Kepala Kantor Pertanahan diakui sebagai hak milik, yang mesti melaukan perubahan data kepemilikan adalah tanah yang sudah bersertifikat , sedangkan tanah yang belum bersertifikat itu, sepanjang badan pertanahan mengakui kebenarannya adalah sah untuk pendaftaran balik nama. (Mathematics, 2016)


    DAFTAR PUSTAKA

    • Alamari, F. (2020). Kedudukan Surat Keterangan Penguasaan Tanah dalam Pemindahan Hak Atas Tanah (Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Palu Nomor 94/Pdt. G/2018/PN Pal …. Indonesian Notary, 1–22. http://www.notary.ui.ac.id/index.php/home/article/view/621
    • Azhari, T. (2019). Pembatalan Akta Pernyataan Pemindahan Dan Penyerahan Hak Milik Atas Tanah Dan Kuasa Yang Memuat Klausul Pemberian …. Indonesian Notary, November. http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=2984107&val=26769&title=PEMBATALAN AKTA PERNYATAAN PEMINDAHAN DAN PENYERAHAN HAK MILIK ATAS TANAH DAN KUASA YANG MEMUAT KLAUSUL PEMBERIAN KUASA MUTLAK OLEH NOTARIS
    • KOMARIAH, S.H, M. Si. (2004). HUKUM PERDATA (M. Si. KOMARIAH, S.H, Ed.; EDISI REVI). UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MALANG.
    • Mathematics, A. (2016). TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DAN PERMASALAHANNYA (STUDI DI KECAMATAN BATUKLIANG LOMBOK TENGAH). 1–23.
    • Wasono, D. D. (2017). Kekuatan Hukum Surat Keterangan Penguasa Tanah (SKPT) Sebagai Bukti Hukum Penguasaan Atas Sebidang Tanah (Studi di Kota Pontianak). Jurnal NESTOR Magister Hukum, 1(1), 1–33.

     


    LihatTutupKomentar