Hukum Judge-Made: Ketika Putusan Hakim Jadi “Aturan Main” Baru

Yuk, Kupas Tuntas dengan Studi Kasus Nyata!

Kalian pasti sering dengar istilah “UU” atau peraturan pemerintah, tapi tahu nggak sih, ada juga hukum yang lahir dari putusan hakim? Yap, namanya hukum judge-made atau hukum yang terbentuk karena keputusan hakim. Ini adalah aturan yang muncul dari hasil interpretasi hakim dalam memutus suatu perkara, dan sering jadi acuan untuk kasus serupa di masa depan.

Nah, biar nggak bingung, kita bahas sambil lihat studi kasus nyata di Indonesia. Siap-siap relate sama kehidupan sehari-hari!

Apa Itu Hukum Judge-Made?

Hukum judge-made (atau case law) adalah aturan hukum yang tidak tertulis dalam UU, tapi lahir dari putusan pengadilan. Hakim punya peran “mencipta” hukum ketika menghadapi kasus yang belum diatur jelas oleh UU atau ketika UU dianggap tidak adil.

Hukum yang terbentuk karena keputusan hakim disebut yurisprudensi. Yurisprudensi adalah serangkaian keputusan yang dihasilkan oleh pengadilan dalam berbagai kasus yang dapat menjadi acuan atau rujukan bagi pengadilan lain dalam memutus perkara serupa di masa mendatang.

Hukum judge-made dan yurisprudensi pada dasarnya merujuk pada konsep yang sama, yaitu hukum yang dibuat melalui keputusan hakim. Mari kita bahas lebih lanjut:

Hukum Judge-Made:

  • Hukum judge-made adalah hukum yang dihasilkan dari putusan hakim dalam kasus tertentu.
  • Hakim menggunakan diskresi mereka untuk menafsirkan undang-undang dan prinsip hukum yang relevan dalam memutuskan suatu perkara.
  • Putusan tersebut kemudian bisa menjadi preseden yang diikuti oleh pengadilan lain dalam kasus serupa di masa mendatang.

Yurisprudensi:

  • Yurisprudensi adalah serangkaian putusan pengadilan yang menjadi acuan atau sumber hukum dalam memutuskan perkara serupa.
  • Yurisprudensi sering digunakan dalam sistem hukum common law, di mana keputusan hakim memiliki peran penting dalam pembentukan hukum.
  • Keputusan yang dihasilkan dalam yurisprudensi memiliki kekuatan mengikat, terutama jika keputusan tersebut berasal dari pengadilan yang lebih tinggi.
Kesimpulan: Hukum judge-made dan yurisprudensi pada dasarnya adalah dua istilah yang merujuk pada hal yang sama, yaitu hukum yang terbentuk melalui putusan hakim. Keduanya memainkan peran penting dalam pembentukan dan penafsiran hukum, terutama dalam sistem hukum common law.

Contoh sederhana:

Bayangkan ada kasus baru, seperti sengketa transaksi crypto. Kalau belum ada UU-nya, hakim bisa putuskan berdasarkan prinsip keadilan, lalu putusan itu jadi acuan untuk kasus serupa. Voilà! Lahirlah hukum baru.

Studi Kasus 1: Putusan MK soal Eks Napi Koruptor Bisa Nyapres

Kasus yang bikin heboh tahun 2017!

Apa yang terjadi?

Dulu, UU Pemilu melarang mantan narapidana korupsi jadi calon legislatif atau presiden. Tapi pada 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materiil (judicial review) yang diajukan oleh seorang eks napi korupsi.


Putusan MK:

Hakim MK memutuskan bahwa larangan tersebut melanggar hak asasi manusia karena menghilangkan hak politik seseorang secara permanen. Alhasil, eks napi korupsi boleh nyalon lagi setelah 5 tahun bebas dari penjara.

Dampaknya:

Pro-kontra muncul di masyarakat. Ada yang bilang ini langkah demokratis, ada juga yang khawatir koruptor balik lagi ke politik.

Putusan ini jadi acuan hakim di pengadilan lain. Misalnya, kasus serupa di tingkat daerah langsung merujuk ke putusan MK ini.

Kenapa ini penting?

Ini contoh nyata hakim “membuat hukum” dengan menafsirkan UU sesuai prinsip HAM. Tanpa putusan ini, aturan larangan eks napi korupsi tetap berlaku selamanya.

Studi Kasus 2: Putusan MA soal Ojol adalah Karyawan

Yang pernah viral soal driver Gojek/Grab!

Apa masalahnya?

Dulu, hubungan antara perusahaan ojol (ojek online) dan driver dianggap sebagai mitra, bukan karyawan. Artinya, driver nggak punya hak seperti THR, BPJS, atau pesangon. Tahun 2020, seorang driver menggugat perusahaan karena merasa diperlakukan tidak adil.

Putusan MA:

Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa hubungan driver ojol dengan perusahaan termasuk hubungan kerja, bukan sekadar mitra. Perusahaan wajib memenuhi hak-hak pekerja, seperti upah layak dan jaminan sosial.

Dampaknya:

  • Perusahaan ojol harus menyesuaikan kontrak kerja.
  • Driver bisa menuntut hak mereka ke pengadilan jika dirugikan.
  • Putusan ini jadi dasar hukum untuk kasus serupa, misalnya kasus driver delivery atau pekerja freelance digital.

Pelajaran dari sini:

Ketika UU ketenagakerjaan belum mengatur pekerjaan berbasis aplikasi, hakim menggunakan prinsip keadilan untuk melindungi hak pekerja. Ini bentuk hukum judge-made yang mengisi kekosongan UU.

Kenapa Hukum Judge-Made Penting?

  • Fleksibel: Bisa mengikuti perkembangan zaman yang nggak bisa diikuti UU.
  • Mengisi kekosongan hukum: Ketika UU belum ada, hakim bisa menjawab lewat putusan.
  • Melindungi hak minoritas: Hakim bisa memperjuangkan keadilan meski bertentangan dengan aturan umum.

Tapi…

  • Hukum judge-made juga punya risiko, misalnya:
  • Putusan bisa subjektif tergantung hakim.
  • Jika putusan berbeda-beda, masyarakat jadi bingung.


Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Hukum judge-made adalah bukti bahwa sistem hukum itu dinamis. Hakim bukan cuma “mesin UU”, tapi juga punya peran menciptakan keadilan di kasus-kasus unik. Dari dua studi kasus di atas, kita lihat betapa putusan pengadilan bisa mengubah hidup banyak orang, mulai dari eks napi sampai driver ojol.

Jadi, buat lo yang suka bilang “Ah, pengadilan mah nggak penting!”, coba deh lihat lagi. Putusan hakim bisa jadi awal perubahan besar di masyarakat!

Buat yang mau cari tahu lebih jauh:

  1. Baca Putusan MK No. 82/PUU-XIV/2016 (soal eks napi korupsi).
  2. Cek Putusan MA No. 226 K/Pdt.Sus-PHI/2020 (soal driver ojol).

Jangan lupa ikuti perkembangan kasus-kasus terkini, siapa tahu ada putusan hakim yang suatu hari nanti memengaruhi hidup lo!

Artikel ini ditulis dengan gaya santai biar gampang dicerna. Masih penasaran? Cek artikel gue lainnya soal bedanya hukum pidana dan perdata! 😉

Posting Komentar untuk "Hukum Judge-Made: Ketika Putusan Hakim Jadi “Aturan Main” Baru"